Menolak menulis buku
(Hal 13 - sambungan)
Pernah saya tanya,
kenapa dia tidak mau menulis buku tentang hidupnya, pekerjaanya sebagai
pendeta. “Untuk apa?” Katanya.
Saya jawab: “Banyak
orang tentu ingin mengetahui dan mengikuti perjalanan hidup kependetaan bapak,
dan sangat bernilai bagi pembacanya.
Apalagi bapak sekarang sudah pensiun,
sudah punya waktu. Jadi kan bagus bapak bisa bercerita, berkhotbah melalui buku
bapak itu. Jawabnya, kenapa harus melalui tulisan, kalau saya bisa
langsung. “
“Orang kan banyak
ingin tahu mengenai bapak, dan lebih enak lagi kalau itu bapak .. (ke hal 14)
Hal 14
..sendiri yang
menceritakannya lewat buku.
Dia bilang:
“Tidak
harus orangnya itu yang menulis buku tentang dirinya. Coba lihat di Abraham pun
si Musa nya yang menulisnya. Jadi saya pun, bisa saja orang lain, yang di
belakang saya menulisnya.”
Saya bilang:
“Tapi
kalau orang lain menulis buku tentang bapak, belum tentu sesuai dengan cerita
sebenarnya, pengalaman nya. Bisa saja mereka menulis yang lain atau kurang
sesuai.”
Jawabnya:
“Kalau
penulis itu di penuhi roh kudus, maka denggan jala tingkos suraton na. “
Terjemahan: “Jika penulis itu dipenuhi roh kudus, maka akan benar dan bagus
tulisannya.”