R4 - Doa malam tahun baru 1990


Doa malam tahun baru 1990
Lanjutan hal 9 

Malam tanggal 31 -des 1989 anak2nya, adik2nya dari Palembang, Bengkulu, Jakarta, Medan, Rantau Prapat kumpul di kampung L. Gorat, ingin bersama sama dengan bapak menutup tahun lama untuk menuju tahun baru. Ada perasaan bersama, bahwa mungkin inilah terakhir bisa bersama bapak menutup dan membuka tahun bersama, melihat kesehatan bapak yang makin surut.

Kira kira jam 23.30 kita mulai mengajak dia berkumpul diruang tamu, dimana semua sudah bersiap2 untuk berdoa bersama. Dia bilang: “ Ngapain? Saya bilang, kan sudah mau jam 24.00, supaya kita bersama2 bedoa menyambut tahun baru.
Dia bilang, kan belum tahun baru.

Hal 10

Saya bilang, ya, kan sebentar lagi.

Bapak: “Kalian lah duluan, buat saya belum tahun baru, Berdoalah kalian dan biarkanlah saya dulu mencari penghiburan dari Tuhan.

Saya tidak bisa bilang apa2, dan kami pun memulai acara doa keluarga. Jam 1.00 tanggal 01.01 1990 dia datang ke-ruang tamu mendapatkan kami yang sedang beracara. Dan dia datang dengan muka gembira, bagai orang yang baru beroleh penghiburan dan dia langsung menyalami kami semua satu persatu. Mungkin setelah penghiburan itulah tahun yang baru baginya.

Banyak yang melihat dan menerima sikap dan tingkahnya sebagai faktor penyakitnya yang lemah syaraf, terganggu syaraf atau pikun karena usia tua.
    
Tapi saya lebih cenderung mengatakan bahwa semua hal itu terjadi karena atas rencana dan kemauan Tuhan. Mungkin Tuhan mencoba manusia2 yang dekat dengan dia, manusia2 yang melihatnya, bagaimana manusia itu menilainya, bagaimana sikap manusia itu terhadapnya, kalau dia dalam keadaan begitu.

Dan saya yang paling banyak mendampinginya di masa sakitnya benar2 merasakan bahwa 

Hal 11

dengan sika nya ini Tuhan menguji kesabaran ketabahan, malah kepercayaan saya.

Saya selalu berusaha untuk mengerti, walau itu kadang menjengkelkan. Tapi saya segera ingat dan sadar, ini adalah cara Tuhan untuk menguji saya. Saya selalu merasa bahwa Tuhan berkata, jangan khawatir atas bapakmu, kau selalu mendengar doanya yang benar, dia akan selamat. Tapi bisakah kalian selamat dengan cobaan seperti ini?

Saya tetap yakin, justru Tuhan mau berkhotbah melalui dia dalam keadaan seperti ini. Pada mulanya saya juga sangat khawatir melihat dan bertanya dalam hati, mengapa bisa demikian, kenapa harus terjadi ini semua rencana Tuhan. Apa penilaian orang terhadapnya, yang selama in mengenalnya sebagai orang yang sangat beriman, setia mengikuti Tuhan-Nya.

Banyak orang akan mengasihani nya dengan mengatakan kenapa di hari tuanya, iman nya jadi goyah. Bermacam macam tanggapan orang. Tapi saya melihat bahwa Tuhan justru mau berbicara kepada orang2 yang melihatnya, yang justru mungkin sulit untuk dimengerti. Tuhan bicara dengan cara ini melalui seorang yang sangat dipuja kesetiaannya ber-Tuhan.



Kalau .. (ke hal 12)

Hal 12
hal in terjadi kepada orang2 biasa saja, mungkin kurang nyatalah pekerjaan Tuhan ini. Itu jelas saya sadari, dalam dia berdoa, dia tetap dalam Tuhan, dia tetap berserah diri pada Tuhan.

Dan inilah yang menjadi pegangan bagi saya. Saya tidak kuatir lagi akan dia, hingga saya berani berkata, kapan dan bagaimana pun akhir hidupnya, Tuhan menggenggam-nya.

Dari sikap bapak ini, saya melihat bahwa baginya semua ini adalah harta Tuhan, juga sanak keluarga, bahkan anak2 dan istrinya, semua titipan Tuhan.
Orang tua hanya berkewajiban dan bertanggung jawab membimbing anak2nya ke jalan Tuhan, untuk bisa masuk dan menjadi penghuni rumah Bapa di sorga.

Dalam ocehan nya dia pernah berkata: “Kan harus berdoa dan percaya DIA, tidak bisa hanya saya yang mendoakan mu, tidak bisa hanya doa ku yang menyelamatkan kalian.”

Hal 13

Saya bertanya kenapa bapak selalu masih memikirkan keadaan gereja. Kan bapak sudah berbuat baik dan banyak selama bertugas. Karena sekarang bapak sudah pensiun, baiklah bapak lebih banyak membawanya dalam doa bapak.

Dia bilang: “Saya masih bisa jalan, masih bisa bicara, bisa berpikir, jadi saya harus berbuat, tidak cukup hanya berdoa. Kalau saya tidak bisa berbuat, lebih baiklah saya mati. Saya kan pendeta. Apalah pertanggung jawaban saya pada Tuhan nanti, kalau saya tidak melaksanakan tohonan (pekerjaan pendeta) saya itu?”