Pembahasan tentang
bentuk keesaan Gereja-gereja di Indonesia semakin matang, khususnya pada Sidang
Raya DGI, ke V, 1964 di Jak;1rta. Pada Sidang Raya itu, ada tiga pembicara yang
diundang mewakili Gerejanya masing-masing. Pandangan teologis ketiga pembicara
tersebut akhirnya mendominasi percakapan tentang bentuk keesaan Gereja-gereja
di Indonesia. Ketiga pandangan teologis, yang merupakan perwalian Gerejanya
masing-masing itu adalah:
-----------
5 Dikutip dari Kertas
Kerja. Mempersiapkan Pembentukan Gereja Kristen yang Esa di
Indonesia, dalam SR X
di Ambon 1984 (Jakarta: DGI, 1981) hal. 17.
'' Ibid. hal. 38.
------------
Pertama, pandangan
Ds. G.H.M. Siahaan, Sekretaris Jenderal HKBP. Ia mengatakan bahwa: "Bentuk
kesatuan Gereja ti
Pandangan kedua dari
Pdt. P.H. Rompas (GPI), dengan mengatakan: "Bentuk kesatuan itu adalah
bersama-sama hidup sebagai satu Gereja, tetapi setiap Gereja mempunyai
keunikannya sendiri."-
Pandangan ketiga
adalah dari Dr. R. Sudarmo (GKJ). Ia mengatakan: 'bentuk kesatuan Gereja itu
adalah seperti keesaan yang dirumuskan di da lam doa Yesus, yang berarti bahwa
kesatuan itu adalah dalam bentuk kesatuan organisasi dan organisme." (7)
Dari ketiga formula
tentang bentuk keesaan Gereja-gereja di Indonesia itu, ternyata pandangan Ds.
G.H.M. Siahaan lah yang akhirnya berlaku dan terwujud, sebagaimana pada akhirnya
pembentukan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia secara organisatoris tidak
terjadi. –
Dalam diskusi-diskusi
teologis selanjutnya, pandangan Ds. G.H.M. Siahaan yang semakin dipertajam agar
menjadi dasar pemahaman bersama tentang bentuk keesaan Gereja -gereja di
Indonesia. Pada Sidang BPL DGI 1981, misalnya, telah dirumuskan bahwa kesatuan
yang dimaksud di dalam keesaan Gereja-gereja di Indonesia adalah dalam bentuk
upaya mencapai kesatuan dalam melaksanakan panggilan Tuhan terhadap Gereja (Yoh
17:2 J ). –
Oleh karena itu
setiap Gereja berusaha untuk saling menerima, saling mengakui, saling membantu
dan sating melayani. Dengan rumusan seperti itu maka keberadaan Gereja-gereja
di Indonesia adalah beragam secara organisatoris tetapi satu di dalam panggilan
Tuhan.
---------
7 J.L.Ch. Abineno,
"Masalah-masalah Keesaan" dalam T. Simatupang (Peny.), Dua Pu/uh Lima
Tahun DGI (Jakarta: DGI, 1975) hal. 47. Lihat juga Memasuki Sejarah Bersama:
Membaharu , Membangun dan Mempersatukan Gereja. Laporan Konsultasi Teologi.
Sukabumi, 15-19 Februari 1982 (Jakarta: DGI, 1982), ha!. l 2
---------
Pada Konsultasi
teologi yang diadakan di Sukabumi, 1982, bentuk keesaan dirumuskan lebih rinci
lagi. Konsultasi itu merupakan upaya untuk menjaring pemantapan pemahaman
keesaan Gereja sebagaimana dirumuskan Ds. G.H.M. Siahaan. –
Untuk itu, konsultasi
teologi itu merumuskan bahwa sejarah Gereja-gereja di Indonesia adalah sejarah
bersama (band Ef 1: 10), sehingga semua aspek kebudayaan, kesukuan dan tradisi
yang mewarnai, membentuk dan hidup di dalam Gereja adalah merupakan kekayaan
bersama tentang keberadaan Gereja-gereja di Indonesia. (8)
Pandangan Ds. G.H.M.
Siahaan tentang rumusan bentuk keesaan Gereja-gereja di lndonesia itu sangat
disambut baik HKBP. HKBP akhirnya merumuskan nya melalui Sinode Godang sebagai
pemahaman keesaan dari Gereja HKBP secara resmi. Pada Sinode Godang 1982,
dengan dasar formula pemahaman Ds. G.H.M. Siahaan, ketika itu sudab menjadi
Ephorus HKBP periode kedua, dirumuskan lah pemahaman HKBP tentang makna clan
bentuk keesaan Gereja-gereja di Indonesia sebagai berikut: (9)
"Gereja kita
menyambut bahwa keesaan Gereja (Gereja Kristen yang esa di Indonesia) makin
Banyak dibicarakan dan dipikirkan oleh Gereja-gereja yang menampakkan gerak
keesaan dari Gereja-gereja di Indonesia di satu-satu tempat dan seluruh penjuru
di Indonesia ini.
Oleh sebab itu Gereja
kita mempertimbangkan bahwa Gereja kita HKBP pun patut juga mengungkapkan
pemahaman nya tentang Gereja Kristen yang esa di Indonesia sesuai dengan iman
dan penghayatan Gereja HKBP.
-------
8 Memasuki Sejarah
Bersama, op-cit, hal. 51-54.
9 Rumusan tentang
pemahaman HKBP tentang keesaan Gereja di Indonesia itu dimuat
pada Immanuel No.
16/XIl/1982. hal. 31-32.
----------.
1. Kita mengaku serta
menghayati bahwa ada satu Gereja yang kudus, persekutuan (gereja) am
orang-orang Kristen yang kudus, sesuai dengan bagian ke tiga Pengakuan Iman
Rasuli.
2. Hal ini didasarkan
pada firman Tuhan pada Kitab Suci, seperti dalam doa iman Tuhan Yesus dalam
Yohanes 17:21 yang berbunyi: "Supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam Kita .. supaya dunia percaya, bahwa Engkau yang telah mengutus
Aku." lni berarti bahwa keesaan Gereja adalah keesaan yang dianugerahkan
Allah dalam Kristus, Kepala Gereja itu.
3. Hal inilah yang
nampak dalam kehidupan Gereja purba: 'mereka bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan
roti dan berdoa.' "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap
bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama (Kis. Rasul 2:42,
44).
4. Dalam
perkembangan. Gereja menghayati injil itu, mereka selalu dinasehati agar
bersatu, "sehati sepikir dalam satu kasih" (Fil 2:2), menampakkan
panggilan dalam kehidupan: "satu tubuh dan satu Roh, satu Tuhan, satu
iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua Allah yang di atas semua
dan oleh semua dan di dalam semua." (Ef 4:4-6).
5. Gereja kita
menghayati pemahaman bahwa semua orang Kristen di dunia ini terpanggil
menghayati keesaan orang- orang percaya, demikian juga di tengah-tengah bangsa
kita di Indonesia ini, yang nampak dalam kehidupan Gereja-gereja yang saling
mengasihi, saling mengalah, saling tolong-menolong, saling melayani, saling
mengunjungi agar makin saling berkenalan.
6. Penampakan
struktur Gereja adalah beraneka ragam sesuai dengan karunia-karunia pelayanan
yang diterima masingmasing dari Allah. Perilaku, sifat serta adat-istiadat yang
baik juga beraneka ragam sesuai dengan masing-masing tempat dan waktu.
Gereja-gereja yang beraneka ragam itu masing-masing terpanggil agar merupakan
penampakan tubuh Kristus. Sebagai penampakan tubuh Kristus, hendaklah
masing-masing berusaha memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera (Ef
4:3). Oleh sebab itu tidaklah wajar terjadi pertengkaran, saling membenci,
sating memburuk-burukkan serta bersengketa, melainkan hendaklah saling
mendoakan, saling membangun serta saling tolong-menolong di dalam kasih.
7. Oleh sebab itu
kita yakin bahwa DGI adalah karunia Allah agar menjadi satu wadah bagi
Gereja-gereja yang beraneka ragam itu supaya sehati sepikir, saling membangun,
saling tolong-menolong dan saling mendoakan. Oleh sebab itu pertemuan/
persekutuan DGI adalah persekutuan demi nama Tuhan Yesus Kristus.
8. Oleh sebab itu
HKBP berharap agar pelayanan DGI makin mantap dalam melaksanakan
program-program yang menampakkan kerjasama untuk saling tolong-menolong:
menyaksikan serta mengusahakan mufakat dalam hal-hal yang perlu dalam kehidupan
Gereja dan bangsa.
9. Setiap Gereja
terpanggil ke pembaharuan karena iman kepada Yesus Kristus, oleh sebab itu:
supaya kamu dibaharui dalam Roh dan pikiranmu (Ef 4 : 23).
Pemahaman HKBP
tentang Gereja-gereja Kristen di Indonesia yang dikutip di atas adalah sesuai
dengan pengalaman HKBP di dalam hidup bergereja. –
Ada berbagai faktor
teologis dan non teologis di dalam perumusan tersebut. Pengalaman non-teologis
adalah realitas beberapa Gereja yang memisahkan diri dari HKBP, baik karena
motif untuk mengaktualkan dan mengefisienkan pemberitaan Injil Kristus seperti
(GKPS, HKBPA dan terakhir GKPPD) dan dengan motif yang non teologis seperti
(GKPI). –
Di samping itu, HKBP
juga baru mengalami pergumulan tentang kesatuan Roh melalui Sinode Godang
Istimewa. tanggal 23-27 Januari 1978, sekalipun jauh sebelumnya, ketika masih
Sekretaris Jendral, Ds. G.H.M. Siahaan telah merumuskan keesaan itu berdasarkan
kesatuan Roh. Kedua pengalaman tersebut telah memperkaya perumusan HKBP tentang
keesaan Gereja-gereja di Indonesia.