2.2.9. Staff Sebagai Sahabat




Sekecil apapun peranan, pekerjaan dan tanggungjawab seseorang di Kantor Pusat selalu dihargai Ompu i sebagaimana adanya. Semua pekerja, pegawai dan staf adalah sahabat-sahabatnya dan kawan sekerja. Supir dan pegawai kantor Pusat tidak diperlakukan sebagai bawahan tetapi sebagai kawan. Apabila menyuruh pegawai atau supir untuk mengerjakan sesuatu, tidak ada kesan kepada yang disuruh, dia diperintah sebagai bawahan. Semua orang yang bertemu dengan Ompu i pasti merasa teduh, karena sapaan nya ramah, termasuk. orang yang sebenarnya mau melampiaskan kemarahannya kepada Ompu i pasti berubah menjadi lembut .

Ketika ada kelalaian dalam suatu tugas atau pekerjaan yang dikerjakan seorang stafnya, ia tidak terus marah. Biasanya yang pertama dilakukan Ompu i adalah untuk mengetahui mengapa tugas . dan pekerjaan itu lalai atau salah dikerjakan. Berdasarkan alasan itulah ia memberi nasihat agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama. –

Suatu hari Ompu i mendiktekan satu surat kepada Sekretaris Khusus Ephorus untuk diketik dan dikirim ke jemaat sebagai surat "Sijahaon di ganup Huria. " Konsep surat itu kemudian diserahkan kepada St. V.M. Simorangkir, pegawai yang khusus mengetik surat Ephorus. Setelah surat diketik dan dikoreksi, surat itu diserahkan kepada Ompu i untuk direcheck . Ternyata ada beberapa kesalahan di dalam pengetikan. Kesalahan itu langsung diperbaiki Ompu i. Kemudian surat yang sudah dicheck Ompu i diketik ulang kembali. Setelah selesai barulah diserahkan kepada Ompu i untuk ditanda-tangani.

Biasanya, walaupun sudah dicheck, Ompu i akan membaca ulang lagi. Bahkan pada saat-saat menanda-tanganinya, tangannya bagaikan terayun-ayun di atas kolom tanda tangan sambil memperhatikan surat apakah masih ada lagi yang salah. Ompu i memang sangat cermat dalam menandatangani surat-surat penting. Ternyata, setelah diperiksa, Ompu i tidak menandatanganinya, sebab masih ada yang salah. Beliau berkata, "Adong dope na sada, padenggan ma jolo.' " - "Masih ada lagi yang salah, perbaiki dulu!.':

Biasanya, kalau sudah begitu, Ompu i tidak memberitahukan lagi mana bagian yang salah dimaksud. itu berarti pula, Ompu i sudah. merasa kesal. Kemudian, Sekretaris Khusus Ephorus bersama-sama dengan Staff ahli dan tukang ketik akan berulang-ulang membacanya memeriksa dan mencari di mana yang salah yang dimaksud Ompu i kalau hal itu sudah ditemukan, diketik dan diberikan kembal kepada Ompu i untuk ditanda-tangani. Dengan demikian, pan staff secara tidak langsung dipaksa untuk mencari dan melihat kesalahannya sendiri. Walaupun kadang-kadang staff lebih menginginkan agar Ompu i secara langsung saja menunjukkan kesalahan mereka, namun harus pula dimengerti bahwa Ompu i sangat enggan menunjukkan suatu kesalahan dari stafnya, Sebab hal itu dianggapnya akan mempermalukan staffnya sendiri. Demikian cara Ompu i untuk tidak menunjukkan kesalahan bawahannya, atas dasar bahwa stafnya adalah sahabatnya.

Suatu ketika setelah selesai perkunjungan ke suatu jemaat di Medan, Ds. G.H.M. Siahaan mengajak Pdt. T.P. Nababan, STh Sekretaris Khusus Ephorus pada waktu itu untuk pergi berkunjung ke keluarga Tambunan yang sedang sakit. Amang Tambunan ini adalah mertua adiknya O.B. Siahaan dan mertua Jenderal M. Panggabean Menko Polkam. –

Kunjungan ini dipahami oJeh Pdt. T.P. Nababan, STh adalah urusan keluarga, maka ia menolak kepada Ompu i dengan hormat. Akan tetapi Ompu i mengatakan agar ikut saja, sehingga Pdt. T.P. Nababan pun tidak bisa menolaknya lagi. Setelah sampai di rumah Amang Tambunan, keluarga Tambunan menyambutnya dengan senang dan honnat atas kedatangan Ompu i. –

Rupanya mereka sudah mengetahui rencana kedatangan Ompu i. Ketika di pintu masuk, bukan Ompu i yang duluan masuk, tetapi Ompu i mempersilahkan Pdt. T.P. Nababan untuk masuk lebih dahulu. Setelah berada di dalam rumah, di mana sudah banyak tamu yang hadir, yang semuanya sama-sekali tidak ada orang yang dikenal Pdt. T.P. Nababan, Ompu i memperkenalkan, katanya : "Amanta Pdt. Nababan, donganku saulaon di Kantor Pus at HKBP! "- '"Ini Amang Nababan, kawan kerja saya di Kantor Pusat HKBP!." Begitu Ompu i memperlakukan stafnya bukan sebagai bawahan dan pembantu, tetapi sebagai sahabat kerja.

Banyak Pendeta setelah menduduki jabatan struktural di HKBP menjadi sangat birokratis, sehingga terkesan kuat sebagai orang yang angkuh dan sombong. Bahkan memperlakukan temannya sesama Pendeta bukan lagi sebagai dongan satohonan. Akan tetapi Ds. G.H.M. Siahaan tidak seperti itu.-

 Sekalipun ia adalah seorang Ephorus, namun ia sangat menghargai temannya sesama Pendeta, walaupun misalnya ia baru saja ditahbiskan menjadi Pendeta. Contohnya, ia tidak pernah mengharapkan Sekretaris Khususnya untuk membawa tasnya. Apabila dalam acara ibadah, ia selalu memperhatikan apakah Sekretaris Khususnya ikut pakai baju toga atau tidak. Bila misalnya dilihatnya belum berkemas memakai baju toga, ia ak.an bertanya: "Ai ndang marbaju toga hamu?  - "Apakah kamu tidak pakai jubah Pendeta?" –

Namun demikian, sekalipun Ompu i tidak pernah menyuruh Sekretaris Khususnya untuk membawakan tasnya, Sekretaris Khususnya selalu siap dan dengan senang hati memperhatikan hal-hal yang penting, yang dibutuhkan Ompu i. Sebab sekecil apapun yang dilakukan untuk beliau, selalu dihargainya dengan sewajamya.

Apabila berada di dalam mobil pada suatu perjalanan, Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan merupakan teman yang asyik diajak berbincang-bincang. Sering terjadi dalam percakapan di mobil itu, antara Ds.G.H.M. Siahaan, Sekretaris Khusus Ephorus dan Supir, bagaikan tiga kawan serangkai. Komunikasi dan cerita lancar, entah mengenai topik apa saja. –

Salah satu kehebatan Ds. G.H.M. Siahaan adalah memilih suatu topik percakapan yang dapat diminati oleh semua kawan berbicara yang berbeda tugas, fungsi dan wawasan. Dalam percakapan itu, semua dapat memberi tanggapan dan pengalaman masing-masing sesuai dengan pokok pembicaraan. Ia dapat saja membicarakan jalan yang rusak, orang yang dilihat di pinggir jalan atau topik berita yang ada disurat kabar yang sedang· dipegangnya dan lain-lain.

Pada suatu percakapan di dalam mobil, Ompu i pernah mengomentari headline pemberitaan SIB, yang tertulis: "Pengiriman TKW ke Arab Saudi akan ditingkatkan." Tiba-tiba Ompu i bagaikan tersentak, lalu berkata: ''Bah, ai na lam boha nama na masa on. Nunga dohot hape TKW dikiriln tu Arab Saudi. Na binoto, ndang siinum minuman keras nasida nian!" - "Wah, bagaimana ini, rupanya TKW sudah dikirim ke Arab Saudi, yang saya tahu mereka pantang meminum minuman keras!" –

Mendengar ucapan Ompu i, supir A . Situmeang menyahutnya secara langsung: Ompung, maksudna TKW ndang minuman keras i, alai Tenaga Kerja Wanita do!" - "Ompung, maksudnya TKW itu bukan minuman keras, tetapi adalah Tenaga Kerja Wanita." . . mendengar Penjelasan supir Situmeang itu, kembali ·Ds. G.H.M. Siahaan bagaikan tersentak lagi. Ia terbahak-bahak tertawa, merasa lucu, karena kesalahan memahami arti ·akronim TKW tersebut Ia lalu mengatakan: "Bah, ai ·ido :hape· maksudna?· Ba nga segaon; nirimpu do minuman keras .. 'Uani ma holan· hito na tofu disan, ridang sanga maila iba. Godang do hape na so·binotor· - ·"Oh,.rupartya itu maksudnya? Celaka ini, saya pikir tadi maksudnya·minuman keras:


Untunglah hanya kita bertiga di sini, sehingga tidak sempat malu. Rupanya masih banyak yang tidak saya ketahui." Mendengar pengakuan Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan tersebut kami masih tertawa karena merasa lucu. Supir Situmeang pun merasa bangga karena dapat memberikan suatu penjelasan kepada Ephorus, walaupun Sekretaris Khususnya memahami hal itu hanya guyon Ompu i dengan maksud agar ada topik percakapan yang segar dan lucu. Akan tetapi seperti itulah suasana dalam mobil, percakapan di dalam perjalanan, di antara Ephorus, Sekretaris Khusus dan Supir. Pembicaraan dan suasana seperti itu tentu tidak akan dapat ditemukan pada saat Ompu i bertugas di kantornya, atau di rumahnya, apalagi ketika memimpin rapat atau Sinode Godang.

Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan juga memiliki rasa peduli yang sangat tinggi terutama terhadap kehidupan keluarga, khususnya di bidang keuangan. Untuk itu, ia sering memberikan sesuatu yang dapat merangsang daya kerja para stafnya, seperti kerajinan, peningkatan kwalitas dan mutu kerja. Misalnya, setiap tahun Ephorus selalu memperoleh royalty dari Almanak HKBP sebagai Panomunomu - penulisnya. Akan tetapi basil royalti tersebut selalu dibagi-bagikan kepada para staf nya, sesuai dengan peranannya masing-masing. Begitu juga kalau rombongan Pucuk Pimpinan ramai-ramai dari kantor Pusat menuju ke suatu jemaat yang hendak dilayani. –

Apabila rombongan tersebut makan di tengah jalan, maka yang akan membayar makanan itu selalu Ds. G .H. M. Siahaan. Ia tidak akan memperbolehkan pembayarannya dari kas Bendahara Pusat. Sebab kalau demikian, maka yang akan diterima staff dari perjalanan dinas itu hanya berupa uang harian saja. Akan tetapi kalau Ephorus pribadi yang membayar makanan tersebut, maka dari Bendahara Pusat akan keluar uang harian dan uang makan untuk staff. Pemahaman itulah yang selalu mendorong Ompu i untuk selalu bersedia membayar makanan rombongan Pucuk Pimpinan, sebab hal itu ada manfaatnya secara konkret dalam ekonomi keluarga stafl

Seorang pemimpin yang bijaksana adalah apabila ia mampu memperhatikan kinerja staff yang efektif mengabdi, loyal yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Hal itu dapat dilakukan, misalnya dengan cara memberi perhatian khusus kepada stafi yang sungguh-sungguh bekerja, menghargai pekerjaan mereka, memberi kompensasi berupa "insentif", perangsang atas pekerjaan yang dilakukan.-

 Kompensasi atas daya kerja dan dedikasi yang diberikan berupa "insentif" seperti yang diperbuat Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan kepada staffini akan dapat menunjang prestasi kerja staff, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan, tercipta kepuasan bekerja, dan memaksimal daya kerja. Penghargaan yang dimaksud itu bukan karena besar jumlah yang diterima staff, tetapi karena penghargaan yang diberikan itu memberi kesan yang bermakna dalam kehidupan para staff. Sebab mereka diperhatikan · dan dihargai sesuai dengan peran-sertanya dan keterlibatan dalam tugas pelayanan sehari-hari.

Ds. G.H.M. Siahaan memang benar-benar adalah seorang ompung dalam arti yang sebenarnya sesuai dengan pemahaman dan tradisi suku Batak. Sebutan Ompu i yang dikenakan kepada seseorang yang menjabat Ephorus HKBP, sudah dimulai sejak Ignwer Ludwig Nommensen. (2)–

Sebutan Ompu i diberikan sebenarnya bukan saja karena wibawa atau sahala yang dimilikinya, tetapi di samping sebagai penghormatan, juga karena sifat pengayom, pemberi nasehat, dan pemersatu yang ada pada diri Ompu i. Dalam kultur Batak, seorang Ompung adalah seorang pemersatu kepada semua keturunannya. Ompung itu dihormati dan disayangi. Ompung adalah pemberi nasehat, petunjuk kehidupan, silehon uhum dohot adat - pemberi hukum dan adat. 0leh karena status tersebut, seorang Ompung akan merasa sangat dekat dan sayang terhadap cucunya, malah jauh lebih dekat dan sayang kepada anaknya sendiri.

T.B. Simatupang pernah mengatakan bahwa orang Kristen Batak pernah hidup di antara dua Ompu i, yaitu Ompu i secara kultural,

Akan tetapi sekarang ini orang Kristen Batak sudah seharusnya berada di bawah satu pengaruh Ompu i, yaitu Ompu i spiritual, Ephorus HKBP, sekalipun tidak lepas sama sekali dari nilai-nilai kultural Batak. Artinya Ompu i Ephorus diharapkan dan dirindukan sebagai pemberi kesejukan, pemersatu dan pencipta damai sejahtera di kalangan masyarakat secara umum dan khususnya di kalangan Kristen Batak. Nuans dan nilai-nilai kerinduan tentang Ompu i sepertinya terwujud dan dapat ditemukan di dalam diri Ds. G.H.M. Siahaan. –

Melalui kepribadian, pikiran, sifat dan tindakan-tindakan Ds. G.H.M. Siahaan, semua pelayan dan warga HKBP ingin dan rindu untuk bertemu, berbicara dan mencurahkan perasaan dan pikiran yang selalu memeratakan dalam kehidupan. Kehadiran, fungsi dan peranan Ompu i selalu diharapkan sebagai tempat pengaduan mencurahkan setiap masalah, yang dihadapi di dalam setia p pelayanan dan kehidupan. Suatu ketika seorang Pendeta Res sort dari daerah Pangaribuan datang ke Kantor Pusat HKBP. Pakaiannya sangat lusuh, wajahnya juga sangat kusut. Ada kecemasan yang terpancar dari wajahnya. Ada

------------------.
Fnote-2
Selengkapnya, T.B. Simatupang mengatakan: "Saya memang pernah mengatakan bahwa Ompu i sebenarnya gelar asli Raja Sisingamangaraja. Dari situlah asli gelar itu. Ketika Doktor Nommensen datang ke tanah Batak, orang Batak juga memberi gelar Ompu i yang semula hanya dipakai untuk menghonnati Raja Sisingamangaraja. Mungkin orang Batak tidak tabu cara lain untuk menghonnati Nommensen. Ada catatan lain tantang Ompu i ini. Ketika dulu saya bersekolah di MULO Tarutu ng. di atas tempat kami bersekolah terdapat makam Sisingamangaraja, yang kemudian digali dan dipindah ke Soposurung Balige. Dengan demikian di antara asrama dan sekolah kami terdapat patung Doktor Nommensen dan makam Sisingamangaraja. Ketika itu kami berada di antara dua Ompu i. Cerita itu saya sampaikan pada kesempatan ini karena persoalanya masih terletak di sana, kita masih berada di antara dua Ompu i. Satu kaki kita masih di alam Ompu i yang menjadi lambang pemikiran yang lama . Sedangkan satu kaki lagi berada di a lam Ompu i, yang membawa hal-hal yang baru. •• Dikutip dari: Panda Nababan, dkk (peny.), Selagi Hari Siang- Tugas Mendesak Untuk Setiap Warga HKBP (Jakarta; Sinar Mampang, 1988) bal. 36-37.
-------------------.

juga rasa geram seperti hendak mengeluarkan amarah dari raut mukanya. Ketika penulis bertanya dengan sopan kepadanya, benar juga, ia terus marah. Suaranya keras dan menggugat: "Apa saja yang kalian kerjakan di Kantor Pusat ini?' Rupanya Pendeta Ressort itu sangat kesal, ketika beberapa bulan yang lalu ia mengirimkan surat kepada Ephorus HKBP, memberitahukan masalah jemaat yang. dilayaninya. Ternyata, entah karena apa, balasan suratnya tidak ada diterimanya. Penulis sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang dipermasalahkan. –

Surat itupun tidak pernah penulis lihat atau baca. Ketika penulis bertanya masalah apa yang terjadi, ia tidak mau memberitahukan. I a hanya meminta kepada saya agar penulis mendampingi beliau untuk bertemu dengan Ephorus. Setelah terlebih dahulu penulis memberitahukan tentang kedatangannya kepada Ephorus, sekaligus memberitahukan kekesalan yang dihadapinya, Ompu i mengatakan kepada penulis supaya Pendeta Ressort tersebut saya bawa ke rumah kediaman Ephorus.

Pendeta itu sangat senang, karena Ephorus bersedia menerimanya. Setelah Pendeta Ressort itu bersalaman dengan Ompu i Ephorhus dan mempersilahkan duduk, maka kemudian Ephorus, seperti biasanya kalau bertemu dengan Pendeta yang datang dari lapangan pelayanan, menanyakan keadaan keluarga mereka. Ephorus menanyakan keadaan kesehatan isteri dan pendidikan anak-anak.nya. Dalam percakapan itu, Ephorus berusaha mengerti berbagai kesulitan yang dihadapi Pendeta tersebut, baik sebagai pimpinan Ressort maupun sebagai keluarga. –

Ephorus juga merasa prihatin tentang berbagai keadaan yang dihadapi Pendeta, terlebih dalam kehidupan kesejahteraan ekonomi. N amun demikian Ephorus memberi jaminan dan kepastian: ''Alai pos do rohanta tu Debata, ndangpasombuon}fa angka naposoNa na ringgas mangula ulaonNa tongtong di bagasan hasusaan. Hamu pe Panditanami, las do rohanghku mida panghobasionmuna di Huria i. Sai dipargogoi Tuhanta ma hamu mangula di angka ulaon na dokdok i. ,. - "Akan tetapi kita yakin terhadap Allah, bah wa Ia tidak akan membiarkan hambaNya yang rajin melayani terus-menerus hidup di dalam kesulitan. Demikian juga kamu, saya senang melihat pelayananmu di jemaat. Kiranya Tuhan selalu memberi kekuatan kepadamu untuk melayani dalam pelayanan yang berat itu."

Kemudian Ephorus melanjutkan, "Namun demikian, I mungkin ada yang perlu sehingga Pendeta datang ke Kantor Pusat ini?" Pendeta Ressort itu menjawab dengan wajah yang ceria, bergembira dan senang, seolah-olah ia sudah lepas beban yang menimpa dirinya. Ia pun mengatakan: ·Ndang pol a be Ompung. Tong dona mangido panuturion ni Ompung hian do ahu. Hape ndang hupangido dope nunga manigor dilehon Ompung di ahu pos ni roha mangula di hurianta. Tangianghon Ompung ma ahu, asa margogo ahu mangula ulaon ni Tuhan i. " - "Tidak lagi Ompung. Sebenarnya saya datang hanya untuk meminta bimbingan dari Ompung. Tetapi Ompung sudah memberikannya sebelum saya minta, yaitu supaya saya yakin bekerja di jemaat. Berdoalah Ompung supaya saya memperoleh kekuatan melayani di dalam tugas yang diberikan Tuhan kepada saya." Setelah selesai mengucapkan perasaan senang dan kegembiraannya, Ompu i-pun langsung mengajak kami untuk berdoa bersama.

Pulang dari rumah kediaman Ompu i. Pendeta Resort itu seolah-olah mendapat kekuatan baru. Wajahnya gembira sekali, tersenyum riang, dan bergegas permisi hendak pulang. Penulis sempat bergurau kepadanya: "So jolo amang. Nangkin so i nama murukmuna tu ahu. Hape dung pajumpang dolzot Ompu i, so i nama minar ni bohimuna. Hape songon na so adong do nian dilehon Ompu i huida manang aha tu amang!' - ''Tunggu dulu amang, tadi amang begini marah kepada saya. Tapi setelah bertemu dengan Ompu i, wajah amang begitu ceria. Pada hal tidak ada sesuatu apapun tadi saya lihat yang diberikan Ompu i,· kepada amang?" Ia hanya menjawab: “Hope, jadi ndang las rohaniba puang, ditangiangkon Ompu i iba rap dohot keluarga, asa margogo mangula ulaon ni . Tuhan!? "- "Kaupun, jadi apakah saya tidak pantas bergembira?

Ompu i telah berdoa untuk saya dan keluarga saya, supaya Tuhan memberikan kekuatan kepada saya dalam pelayanan?" · Itulah peranan Ompu i sebagai Ompung. la adalah tempat menyampaikan keluhan, meminta petunjuk dan memohon perlindungan. Tidak ada yang paling membahagiakan, apabila seseorang telah menerima restu, doa dan dukungan kekuatan d Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan. Hal itu terjadi karena Ompu i Ds. G.H.M. Siahaan bukan saja sebagai pimpinan, tetapi sebagai Ompu i yang selalu memberikan kepercayaan diri di dalam pelayanan dati memohon perlindungan dari Tuhan kepada semua pelayan. Ds. G.H.M. Siahaan selalu menampilkan diri bukan sebagai pejabat tetapi sebagai sahabat, kawan dan Ompung yang selalu dekat dengan para pelayan dan warga jemaat.