Sekecil apapun
peranan, pekerjaan dan tanggungjawab seseorang di Kantor Pusat selalu dihargai
Ompu i sebagaimana adanya. Semua pekerja, pegawai dan staf adalah
sahabat-sahabatnya dan kawan sekerja. Supir dan pegawai kantor Pusat tidak
diperlakukan sebagai bawahan tetapi sebagai kawan. Apabila menyuruh pegawai
atau supir untuk mengerjakan sesuatu, tidak ada kesan kepada yang disuruh, dia
diperintah sebagai bawahan. Semua orang yang bertemu dengan Ompu i pasti merasa
teduh, karena sapaan nya ramah, termasuk. orang yang sebenarnya mau
melampiaskan kemarahannya kepada Ompu i pasti berubah menjadi lembut .
Ketika ada kelalaian
dalam suatu tugas atau pekerjaan yang dikerjakan seorang stafnya, ia tidak
terus marah. Biasanya yang pertama dilakukan Ompu i adalah untuk mengetahui
mengapa tugas . dan pekerjaan itu lalai atau salah dikerjakan. Berdasarkan
alasan itulah ia memberi nasihat agar tidak terulang kembali kesalahan yang
sama. –
Suatu hari Ompu i
mendiktekan satu surat kepada Sekretaris Khusus Ephorus untuk diketik dan
dikirim ke jemaat sebagai surat "Sijahaon di ganup Huria. " Konsep
surat itu kemudian diserahkan kepada St. V.M. Simorangkir, pegawai yang khusus
mengetik surat Ephorus. Setelah surat diketik dan dikoreksi, surat itu
diserahkan kepada Ompu i untuk direcheck . Ternyata ada beberapa kesalahan di
dalam pengetikan. Kesalahan itu langsung diperbaiki Ompu i. Kemudian surat yang
sudah dicheck Ompu i diketik ulang kembali. Setelah selesai barulah diserahkan
kepada Ompu i untuk ditanda-tangani.
Biasanya, walaupun
sudah dicheck, Ompu i akan membaca ulang lagi. Bahkan pada saat-saat
menanda-tanganinya, tangannya bagaikan terayun-ayun di atas kolom tanda tangan
sambil memperhatikan surat apakah masih ada lagi yang salah. Ompu i memang
sangat cermat dalam menandatangani surat-surat penting. Ternyata, setelah
diperiksa, Ompu i tidak menandatanganinya, sebab masih ada yang salah. Beliau
berkata, "Adong dope na sada, padenggan ma jolo.' " - "Masih ada
lagi yang salah, perbaiki dulu!.':
Biasanya, kalau sudah
begitu, Ompu i tidak memberitahukan lagi mana bagian yang salah dimaksud. itu
berarti pula, Ompu i sudah. merasa kesal. Kemudian, Sekretaris Khusus Ephorus
bersama-sama dengan Staff ahli dan tukang ketik akan berulang-ulang membacanya
memeriksa dan mencari di mana yang salah yang dimaksud Ompu i kalau hal itu
sudah ditemukan, diketik dan diberikan kembal kepada Ompu i untuk
ditanda-tangani. Dengan demikian, pan staff secara tidak langsung dipaksa untuk
mencari dan melihat kesalahannya sendiri. Walaupun kadang-kadang staff lebih
menginginkan agar Ompu i secara langsung saja menunjukkan kesalahan mereka,
namun harus pula dimengerti bahwa Ompu i sangat enggan menunjukkan suatu
kesalahan dari stafnya, Sebab hal itu dianggapnya akan mempermalukan staffnya
sendiri. Demikian cara Ompu i untuk tidak menunjukkan kesalahan bawahannya,
atas dasar bahwa stafnya adalah sahabatnya.
Suatu ketika setelah
selesai perkunjungan ke suatu jemaat di Medan, Ds. G.H.M. Siahaan mengajak Pdt.
T.P. Nababan, STh Sekretaris Khusus Ephorus pada waktu itu untuk pergi
berkunjung ke keluarga Tambunan yang sedang sakit. Amang Tambunan ini adalah
mertua adiknya O.B. Siahaan dan mertua Jenderal M. Panggabean Menko Polkam. –
Kunjungan ini
dipahami oJeh Pdt. T.P. Nababan, STh adalah urusan keluarga, maka ia menolak
kepada Ompu i dengan hormat. Akan tetapi Ompu i mengatakan agar ikut saja,
sehingga Pdt. T.P. Nababan pun tidak bisa menolaknya lagi. Setelah sampai di
rumah Amang Tambunan, keluarga Tambunan menyambutnya dengan senang dan honnat
atas kedatangan Ompu i. –
Rupanya mereka sudah
mengetahui rencana kedatangan Ompu i. Ketika di pintu masuk, bukan Ompu i yang
duluan masuk, tetapi Ompu i mempersilahkan Pdt. T.P. Nababan untuk masuk lebih
dahulu. Setelah berada di dalam rumah, di mana sudah banyak tamu yang hadir,
yang semuanya sama-sekali tidak ada orang yang dikenal Pdt. T.P. Nababan, Ompu
i memperkenalkan, katanya : "Amanta Pdt. Nababan, donganku saulaon di
Kantor Pus at HKBP! "- '"Ini Amang Nababan, kawan kerja saya di
Kantor Pusat HKBP!." Begitu Ompu i memperlakukan stafnya bukan sebagai
bawahan dan pembantu, tetapi sebagai sahabat kerja.
Banyak Pendeta
setelah menduduki jabatan struktural di HKBP menjadi sangat birokratis,
sehingga terkesan kuat sebagai orang yang angkuh dan sombong. Bahkan
memperlakukan temannya sesama Pendeta bukan lagi sebagai dongan satohonan. Akan
tetapi Ds. G.H.M. Siahaan tidak seperti itu.-
Sekalipun ia adalah seorang Ephorus, namun ia
sangat menghargai temannya sesama Pendeta, walaupun misalnya ia baru saja
ditahbiskan menjadi Pendeta. Contohnya, ia tidak pernah mengharapkan Sekretaris
Khususnya untuk membawa tasnya. Apabila dalam acara ibadah, ia selalu
memperhatikan apakah Sekretaris Khususnya ikut pakai baju toga atau tidak. Bila
misalnya dilihatnya belum berkemas memakai baju toga, ia ak.an bertanya:
"Ai ndang marbaju toga hamu? -
"Apakah kamu tidak pakai jubah Pendeta?" –
Namun demikian,
sekalipun Ompu i tidak pernah menyuruh Sekretaris Khususnya untuk membawakan
tasnya, Sekretaris Khususnya selalu siap dan dengan senang hati memperhatikan
hal-hal yang penting, yang dibutuhkan Ompu i. Sebab sekecil apapun yang
dilakukan untuk beliau, selalu dihargainya dengan sewajamya.
Apabila berada di
dalam mobil pada suatu perjalanan, Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan merupakan teman
yang asyik diajak berbincang-bincang. Sering terjadi dalam percakapan di mobil
itu, antara Ds.G.H.M. Siahaan, Sekretaris Khusus Ephorus dan Supir, bagaikan
tiga kawan serangkai. Komunikasi dan cerita lancar, entah mengenai topik apa
saja. –
Salah satu kehebatan
Ds. G.H.M. Siahaan adalah memilih suatu topik percakapan yang dapat diminati
oleh semua kawan berbicara yang berbeda tugas, fungsi dan wawasan. Dalam
percakapan itu, semua dapat memberi tanggapan dan pengalaman masing-masing
sesuai dengan pokok pembicaraan. Ia dapat saja membicarakan jalan yang rusak,
orang yang dilihat di pinggir jalan atau topik berita yang ada disurat kabar
yang sedang· dipegangnya dan lain-lain.
Pada suatu percakapan
di dalam mobil, Ompu i pernah mengomentari headline pemberitaan SIB, yang
tertulis: "Pengiriman TKW ke Arab Saudi akan ditingkatkan." Tiba-tiba
Ompu i bagaikan tersentak, lalu berkata: ''Bah, ai na lam boha nama na masa on.
Nunga dohot hape TKW dikiriln tu Arab Saudi. Na binoto, ndang siinum minuman
keras nasida nian!" - "Wah, bagaimana ini, rupanya TKW sudah dikirim
ke Arab Saudi, yang saya tahu mereka pantang meminum minuman keras!" –
Mendengar ucapan Ompu
i, supir A . Situmeang menyahutnya secara langsung: Ompung, maksudna TKW ndang
minuman keras i, alai Tenaga Kerja Wanita do!" - "Ompung, maksudnya
TKW itu bukan minuman keras, tetapi adalah Tenaga Kerja Wanita." . . mendengar
Penjelasan supir Situmeang itu, kembali ·Ds. G.H.M. Siahaan bagaikan tersentak
lagi. Ia terbahak-bahak tertawa, merasa lucu, karena kesalahan memahami arti
·akronim TKW tersebut Ia lalu mengatakan: "Bah, ai ·ido :hape· maksudna?·
Ba nga segaon; nirimpu do minuman keras .. 'Uani ma holan· hito na tofu disan,
ridang sanga maila iba. Godang do hape na so·binotor· - ·"Oh,.rupartya itu
maksudnya? Celaka ini, saya pikir tadi maksudnya·minuman keras:
Untunglah hanya kita
bertiga di sini, sehingga tidak sempat malu. Rupanya masih banyak yang tidak
saya ketahui." Mendengar pengakuan Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan tersebut
kami masih tertawa karena merasa lucu. Supir Situmeang pun merasa bangga karena
dapat memberikan suatu penjelasan kepada Ephorus, walaupun Sekretaris Khususnya
memahami hal itu hanya guyon Ompu i dengan maksud agar ada topik percakapan
yang segar dan lucu. Akan tetapi seperti itulah suasana dalam mobil, percakapan
di dalam perjalanan, di antara Ephorus, Sekretaris Khusus dan Supir.
Pembicaraan dan suasana seperti itu tentu tidak akan dapat ditemukan pada saat
Ompu i bertugas di kantornya, atau di rumahnya, apalagi ketika memimpin rapat
atau Sinode Godang.
Ompu i Ephorus Ds.
G.H.M. Siahaan juga memiliki rasa peduli yang sangat tinggi terutama terhadap
kehidupan keluarga, khususnya di bidang keuangan. Untuk itu, ia sering
memberikan sesuatu yang dapat merangsang daya kerja para stafnya, seperti
kerajinan, peningkatan kwalitas dan mutu kerja. Misalnya, setiap tahun Ephorus
selalu memperoleh royalty dari Almanak HKBP sebagai Panomunomu - penulisnya.
Akan tetapi basil royalti tersebut selalu dibagi-bagikan kepada para staf nya,
sesuai dengan peranannya masing-masing. Begitu juga kalau rombongan Pucuk
Pimpinan ramai-ramai dari kantor Pusat menuju ke suatu jemaat yang hendak
dilayani. –
Apabila rombongan
tersebut makan di tengah jalan, maka yang akan membayar makanan itu selalu Ds.
G .H. M. Siahaan. Ia tidak akan memperbolehkan pembayarannya dari kas Bendahara
Pusat. Sebab kalau demikian, maka yang akan diterima staff dari perjalanan
dinas itu hanya berupa uang harian saja. Akan tetapi kalau Ephorus pribadi yang
membayar makanan tersebut, maka dari Bendahara Pusat akan keluar uang harian
dan uang makan untuk staff. Pemahaman itulah yang selalu mendorong Ompu i untuk
selalu bersedia membayar makanan rombongan Pucuk Pimpinan, sebab hal itu ada
manfaatnya secara konkret dalam ekonomi keluarga stafl
Seorang pemimpin yang
bijaksana adalah apabila ia mampu memperhatikan kinerja staff yang efektif
mengabdi, loyal yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Hal itu dapat
dilakukan, misalnya dengan cara memberi perhatian khusus kepada stafi yang
sungguh-sungguh bekerja, menghargai pekerjaan mereka, memberi kompensasi berupa
"insentif", perangsang atas pekerjaan yang dilakukan.-
Kompensasi atas daya kerja dan dedikasi yang
diberikan berupa "insentif" seperti yang diperbuat Ompu i Ephorus Ds.
G.H.M. Siahaan kepada staffini akan dapat menunjang prestasi kerja staff,
memotivasi mereka untuk mencapai tujuan, tercipta kepuasan bekerja, dan
memaksimal daya kerja. Penghargaan yang dimaksud itu bukan karena besar jumlah
yang diterima staff, tetapi karena penghargaan yang diberikan itu memberi kesan
yang bermakna dalam kehidupan para staff. Sebab mereka diperhatikan · dan
dihargai sesuai dengan peran-sertanya dan keterlibatan dalam tugas pelayanan
sehari-hari.
Ds. G.H.M. Siahaan
memang benar-benar adalah seorang ompung dalam arti yang sebenarnya sesuai
dengan pemahaman dan tradisi suku Batak. Sebutan Ompu i yang dikenakan kepada
seseorang yang menjabat Ephorus HKBP, sudah dimulai sejak Ignwer Ludwig
Nommensen. (2)–
Sebutan Ompu i
diberikan sebenarnya bukan saja karena wibawa atau sahala yang dimilikinya,
tetapi di samping sebagai penghormatan, juga karena sifat pengayom, pemberi nasehat,
dan pemersatu yang ada pada diri Ompu i. Dalam kultur Batak, seorang Ompung
adalah seorang pemersatu kepada semua keturunannya. Ompung itu dihormati dan
disayangi. Ompung adalah pemberi nasehat, petunjuk kehidupan, silehon uhum
dohot adat - pemberi hukum dan adat. 0leh karena status tersebut, seorang
Ompung akan merasa sangat dekat dan sayang terhadap cucunya, malah jauh lebih
dekat dan sayang kepada anaknya sendiri.
T.B. Simatupang
pernah mengatakan bahwa orang Kristen Batak pernah hidup di antara dua Ompu i,
yaitu Ompu i secara kultural,
Akan tetapi sekarang
ini orang Kristen Batak sudah seharusnya berada di bawah satu pengaruh Ompu i,
yaitu Ompu i spiritual, Ephorus HKBP, sekalipun tidak lepas sama sekali dari
nilai-nilai kultural Batak. Artinya Ompu i Ephorus diharapkan dan dirindukan sebagai
pemberi kesejukan, pemersatu dan pencipta damai sejahtera di kalangan
masyarakat secara umum dan khususnya di kalangan Kristen Batak. Nuans dan
nilai-nilai kerinduan tentang Ompu i sepertinya terwujud dan dapat ditemukan di
dalam diri Ds. G.H.M. Siahaan. –
Melalui kepribadian,
pikiran, sifat dan tindakan-tindakan Ds. G.H.M. Siahaan, semua pelayan dan
warga HKBP ingin dan rindu untuk bertemu, berbicara dan mencurahkan perasaan
dan pikiran yang selalu memeratakan dalam kehidupan. Kehadiran, fungsi dan peranan
Ompu i selalu diharapkan sebagai tempat pengaduan mencurahkan setiap masalah,
yang dihadapi di dalam setia p pelayanan dan kehidupan. Suatu ketika seorang
Pendeta Res sort dari daerah Pangaribuan datang ke Kantor Pusat HKBP.
Pakaiannya sangat lusuh, wajahnya juga sangat kusut. Ada kecemasan yang
terpancar dari wajahnya. Ada
------------------.
Fnote-2
Selengkapnya, T.B.
Simatupang mengatakan: "Saya memang pernah mengatakan bahwa Ompu i
sebenarnya gelar asli Raja Sisingamangaraja. Dari situlah asli gelar itu.
Ketika Doktor Nommensen datang ke tanah Batak, orang Batak juga memberi gelar
Ompu i yang semula hanya dipakai untuk menghonnati Raja Sisingamangaraja.
Mungkin orang Batak tidak tabu cara lain untuk menghonnati Nommensen. Ada
catatan lain tantang Ompu i ini. Ketika dulu saya bersekolah di MULO Tarutu ng.
di atas tempat kami bersekolah terdapat makam Sisingamangaraja, yang kemudian
digali dan dipindah ke Soposurung Balige. Dengan demikian di antara asrama dan
sekolah kami terdapat patung Doktor Nommensen dan makam Sisingamangaraja.
Ketika itu kami berada di antara dua Ompu i. Cerita itu saya sampaikan pada
kesempatan ini karena persoalanya masih terletak di sana, kita masih berada di
antara dua Ompu i. Satu kaki kita masih di alam Ompu i yang menjadi lambang
pemikiran yang lama . Sedangkan satu kaki lagi berada di a lam Ompu i, yang
membawa hal-hal yang baru. •• Dikutip dari: Panda Nababan, dkk (peny.), Selagi
Hari Siang- Tugas Mendesak Untuk Setiap Warga HKBP (Jakarta; Sinar Mampang,
1988) bal. 36-37.
-------------------.
juga rasa geram
seperti hendak mengeluarkan amarah dari raut mukanya. Ketika penulis bertanya
dengan sopan kepadanya, benar juga, ia terus marah. Suaranya keras dan
menggugat: "Apa saja yang kalian kerjakan di Kantor Pusat ini?' Rupanya
Pendeta Ressort itu sangat kesal, ketika beberapa bulan yang lalu ia
mengirimkan surat kepada Ephorus HKBP, memberitahukan masalah jemaat yang.
dilayaninya. Ternyata, entah karena apa, balasan suratnya tidak ada
diterimanya. Penulis sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang dipermasalahkan. –
Surat itupun tidak
pernah penulis lihat atau baca. Ketika penulis bertanya masalah apa yang
terjadi, ia tidak mau memberitahukan. I a hanya meminta kepada saya agar
penulis mendampingi beliau untuk bertemu dengan Ephorus. Setelah terlebih
dahulu penulis memberitahukan tentang kedatangannya kepada Ephorus, sekaligus
memberitahukan kekesalan yang dihadapinya, Ompu i mengatakan kepada penulis
supaya Pendeta Ressort tersebut saya bawa ke rumah kediaman Ephorus.
Pendeta itu sangat
senang, karena Ephorus bersedia menerimanya. Setelah Pendeta Ressort itu
bersalaman dengan Ompu i Ephorhus dan mempersilahkan duduk, maka kemudian
Ephorus, seperti biasanya kalau bertemu dengan Pendeta yang datang dari
lapangan pelayanan, menanyakan keadaan keluarga mereka. Ephorus menanyakan
keadaan kesehatan isteri dan pendidikan anak-anak.nya. Dalam percakapan itu,
Ephorus berusaha mengerti berbagai kesulitan yang dihadapi Pendeta tersebut,
baik sebagai pimpinan Ressort maupun sebagai keluarga. –
Ephorus juga merasa
prihatin tentang berbagai keadaan yang dihadapi Pendeta, terlebih dalam
kehidupan kesejahteraan ekonomi. N amun demikian Ephorus memberi jaminan dan
kepastian: ''Alai pos do rohanta tu Debata, ndangpasombuon}fa angka naposoNa na
ringgas mangula ulaonNa tongtong di bagasan hasusaan. Hamu pe Panditanami, las
do rohanghku mida panghobasionmuna di Huria i. Sai dipargogoi Tuhanta ma hamu
mangula di angka ulaon na dokdok i. ,. - "Akan tetapi kita yakin terhadap
Allah, bah wa Ia tidak akan membiarkan hambaNya yang rajin melayani
terus-menerus hidup di dalam kesulitan. Demikian juga kamu, saya senang melihat
pelayananmu di jemaat. Kiranya Tuhan selalu memberi kekuatan kepadamu untuk
melayani dalam pelayanan yang berat itu."
Kemudian Ephorus
melanjutkan, "Namun demikian, I mungkin ada yang perlu sehingga Pendeta
datang ke Kantor Pusat ini?" Pendeta Ressort itu menjawab dengan wajah
yang ceria, bergembira dan senang, seolah-olah ia sudah lepas beban yang
menimpa dirinya. Ia pun mengatakan: ·Ndang pol a be Ompung. Tong dona mangido
panuturion ni Ompung hian do ahu. Hape ndang hupangido dope nunga manigor
dilehon Ompung di ahu pos ni roha mangula di hurianta. Tangianghon Ompung ma
ahu, asa margogo ahu mangula ulaon ni Tuhan i. " - "Tidak lagi Ompung.
Sebenarnya saya datang hanya untuk meminta bimbingan dari Ompung. Tetapi Ompung
sudah memberikannya sebelum saya minta, yaitu supaya saya yakin bekerja di
jemaat. Berdoalah Ompung supaya saya memperoleh kekuatan melayani di dalam
tugas yang diberikan Tuhan kepada saya." Setelah selesai mengucapkan
perasaan senang dan kegembiraannya, Ompu i-pun langsung mengajak kami untuk
berdoa bersama.
Pulang dari rumah
kediaman Ompu i. Pendeta Resort itu seolah-olah mendapat kekuatan baru.
Wajahnya gembira sekali, tersenyum riang, dan bergegas permisi hendak pulang.
Penulis sempat bergurau kepadanya: "So jolo amang. Nangkin so i nama
murukmuna tu ahu. Hape dung pajumpang dolzot Ompu i, so i nama minar ni
bohimuna. Hape songon na so adong do nian dilehon Ompu i huida manang aha tu
amang!' - ''Tunggu dulu amang, tadi amang begini marah kepada saya. Tapi
setelah bertemu dengan Ompu i, wajah amang begitu ceria. Pada hal tidak ada
sesuatu apapun tadi saya lihat yang diberikan Ompu i,· kepada amang?" Ia
hanya menjawab: “Hope, jadi ndang las rohaniba puang, ditangiangkon Ompu i iba
rap dohot keluarga, asa margogo mangula ulaon ni . Tuhan!? "-
"Kaupun, jadi apakah saya tidak pantas bergembira?
Ompu i telah berdoa
untuk saya dan keluarga saya, supaya Tuhan memberikan kekuatan kepada saya
dalam pelayanan?" · Itulah peranan Ompu i sebagai Ompung. la adalah tempat
menyampaikan keluhan, meminta petunjuk dan memohon perlindungan. Tidak ada yang
paling membahagiakan, apabila seseorang telah menerima restu, doa dan dukungan kekuatan
d Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan. Hal itu terjadi karena Ompu i Ds. G.H.M. Siahaan
bukan saja sebagai pimpinan, tetapi sebagai Ompu i yang selalu memberikan
kepercayaan diri di dalam pelayanan dati memohon perlindungan dari Tuhan kepada
semua pelayan. Ds. G.H.M. Siahaan selalu menampilkan diri bukan sebagai pejabat
tetapi sebagai sahabat, kawan dan Ompung yang selalu dekat dengan para pelayan
dan warga jemaat.