2.2.8. Menunjukkan Kesalahan Dengan Bijak


Salah satu jemaat HKBP di Medan sudah bertahun-tahun bertikai, dan nyaris mengalami perpecahan. Sudah berulang-ulang dari kedua belah pihak datang menjumpai Ompu i. menyampaikan kebenaran masing-masing, baik di Kantor Pusat maupun sewaktu Ompu i sedang dinas ke Medan. Ompu i sudah menyarankan mereka untuk berdamai, namun tidak pernah digubris kedua belah pihak. Masing-masing pihak merasa bahwa Ompu i tidak bijak menyelesaikan masalah mereka sehingga dari pembicaraan mereka keluar ucapan, “Ephorus na oto do i ", dan ucapan itu sampai pula kepada Ompu i.

Pada suatu malam minggu, ketika Ompu i tiba di Medan untuk memimpin acara di salah satu jemaat di Medan, 11 orang dari salah satu kelompok yang bertikai dari jemaat tersebut di atas menjumpai Ompu i di Jln. Sei Selayang, rumah orang tua Ds.G.H.M. Siahaan.

Rombongan itu sudah menunggu di Jl. Sei Selayang mulai pukul 19 .00 WIB, sementara Ephorus baru tiba dari Pearaja pukul 20.00 WIB. Pembicaraan dimulai puku] 21.00 WIB. Setelah mereka memperkenalkan diri, ternyata anggota rombongan itu sengaja dipilih dari keluarga Siahaan rupanya. Sebab semua mereka adalah dari keluarga Siahaan. Ada yang marga Siahaan, ada boru Siahaan. Mungkin maksudnya adalah agar percakapan dapat berlangsung lebih akrab, lebih familier, dan agar Ompu i lebih berpihak kepada mereka.

Dengan demikian rombongan itu, yang semuanya dari keluarga Siahaan dapat mempengaruhi Ompu i dan meminta penyelesaian sesuai dengan keinginan mereka. Rupanya mereka sudah menentukan empat orang saja sebagai pembicara.

Akan tetapi setelah selesai yang empat orang berbicara, Ompu i masih mempersilahkan agar semua pembicara menyatakan isi hati mereka. Ketika seorang, yang nampaknya ketua rombongan, mengatakan sudah cukup yang empat orang berbicara, untuk mengutarakan isi hati mereka, "Nunga sahata hami Ompung, opat halak pe hami na manghatai, hatanami sude ma i. Mardomu muse nunga jam sampulu sada borngin on" –

"Kami sudah sepakat Ompung, sekalipun kami hanya empat orang yang berbicara, itulah ucapan dari kami semua. Kebetulan pula ini sudah jam sebelas malam," kata mereka. Ompu i tetap mengatakan sebaiknya semualah yang berbicara.

''Nunga pola ro nasida. langgo so i boasa pola dohot nasida ro, nanggo holan opat halak hamu ro nangkin. " - "Mereka sudah datang ke sini. Kalau tidak kenapa mereka ikut datang tadi, kenapa tidak hanya yang empat orang saja?"- kata Ompu i.

Lalu merekapun satu persatu mengutarakan isi hatinya. Banyak dari antara mereka menyampaikan pengaduannya dengan air mata sambil menangis tersedu-sedu. Semua yang sebelas orang itu telah berbicara satu persatu dan bant selesai kira-kira pukul 24.30 atau 00.30 pagi. =

Setelah semua berbicara, dan Ompu i tekun mendengar satu. persatu dari mereka yang mengutarakan isi hatinya, maka pada gilirannya, Ompu i pun berkata: "Nunga sude.hamu papuashon na di rohamuna. Nunga manogot be nuaeng. Ala Ephorus na oto do ahu, ndang huboto padamehon hamu; tapasahat·ma tu Tuhan i. Ai ; ummalo do Ibana padamehon hamu. lbana do Raja ni Huria i. Alani i martangiang ma hita-

 ". - "Kamu sudah semua mengeluarkan isi hati kalian masing-masing. Sekarang sudah pagi. Karena saya adalah Ephorus yang bodoh, saya tidak tahu bagaimana cara mendamaikan kamu. Marilah kita serahkan kepada Tuhan. Sebab Dia akan bijaksana memperdamaikan kamu. Dialah Raja Gereja. Oleh karena itu, marilah kita berdoa!" –

Tanpa ada komentar, dan memang tidak mungkin lagi mengkomentarinya maka Ompu i langsung memimpin doa dengan khidmat. lsi doanya tentu agar di dalam jemaat HKBP itu terjadi kerukunan dan perdamaian. Setelah Ompu i selesai berdoa, mereka diam seribu bahasa tanpa berkomentar. –

Ephorus pun berkata: Jadi songon i ma jolo parjumpanganta on. Horas ma di hita sude! - Jadi cukup demikianlah pertemuan kita ini. Horas bagi kita semua!" Mereka diam, dan satu persatu menyalami Ompu i untuk permisi pulang. Semenjak pertemuan itu mereka tidak pernah lagi datang untuk unjuk rasa. 

Bahkan pada akhirnya, mereka bersedia berdamai, mengalah dengan pihak lain. Demikian salah satu cara Ompu i menghadapi dan menyelesaikan masalah dijemaat. Biarpun dia disebut "na oto ", dia tidak sakit hati. Beliau tidak pernah mendendam kepada orang yang menolak keputusannya.

Ada seorang sepupu Ompu i yang menjadi Penatua, Sintua, kemudian melapor kepadanya bahwa dia sudah menjadi Penatua. Katanya: "Aku sudah diangkat menjadi Penatua. Sejak saya jadi Penatua, saya rajin mengikuti sermon-sermon". Ompu i menjawab dengan singkat saja, katanya: "Ya baiklah itu. Lakukanlah pelayananmu dengan sungguh-sungguh". –

Saudara sepupu Ompu i agak kecewa mendengar respon Ompu i. Sebab semula memang ia Mengharapkan bahwa Ompu i akan menunjukkan rasa bangga mendengar laporannya, misalnya dengan berbagai kata-kata yang menyenangkan hatinya. Ia berharap pula bahwa Ompu i akan memberi sesuatu kepada, misalnya Alkitab, Buku. Ende, atau buku-buku  yang diperlukan sebagai tambahan bekal bagi dirinya. –

Mungkin rasa kesal Sintua itu dapat diterima. Namun sikap Ompu i sebenarnya adalah agar sebagai seorang Penatua, ia bertanggung-jawab atas pilihan yang sudah diterimanya dari Tuhan. Ephorus berharap janganlah ia menjadi Penatua hanya karena ia adalah saudara dari Ephorus HKBP. Di samping itu, Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan memang tidak pernah menempatkan dirinya sebagai seorang donateur, sehingga ia tidak memberikan apa yang diminta saudara sepupunya itu.

Sebenarnya ada yang tidak disetujui Ompu i dari sikap saudara sepupunya itu, yaitu terlalu bangga karena sudah seorang penatua. 

Atau, mungkin apabila ia memberikan sesuatu kepadanya, seperti Bibel, Buku Ende atau apa saja yang perlu untuk seorang penatua, Ompu i khawatir akan diperalatnya sebagai pasomen- alat untuk menunjukkan wibawa atau kelebihannya dari orang lain di kalangan sesama Majelis Jemaat. –

Dengan demikian ia akan memperalat, manganggarhon jabatan Ephorus, karena kebetulan saudaranya yang menjabat Ephorus, kepada orang lain. Ds. G .H.M Siahaan dengan bijak untuk tidak menyetujui sikap dan tindakannya. 

Sebab tindakan dan sikapnya itu dilihat ada motif yang tidak benar. Pernah ketika sedang memimpin rapat di Kantor Pusat HKBP, Pearaja- Tarutung, menjelang Sinode Godang Nopember 1978, pada saat-saat situasi hamaolon, kemelut di HKBP, ada datang dari Lumban Gorat, Balige. Katanya mereka adalah dari pihak keluarga Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan. 

Mereka datang untuk menjaga keamanan dan pengawal pribadi Ephorus. Mereka menjaga dan mengawal di rumah dan di lokasi rapat yang sedang berlangsung. Sebenarnya pada awalnya Ephorus tidak mengetahui kedatangan mereka. –

Dia tidak tahu pula siapa yang menyuruh mereka datang untuk menjaga keamanannya. Namun bagaimanapun, mereka tidak mungkin diusir, karena mereka langsung ke rumah kediaman Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan.

Akan tetapi ketika rapat tersebut selesai dan kemudian dilanjutkan dengan Sinode Godang, mereka tidak diizinkan aparat keamanan, polisi dan tentara, memasuki kompleks Seminarium Sipoholon. Mereka dicegat di gerbang ke Seminarium Sipoholon, di jembatan Pasar Sirongit Sipoholon. 

Atas kejadian itu, merekapun bertanya kepada Ompu i, katanya: "Bagaimana ini, kenapa banyak tentara di kompleks itu, dan mengapa kami tidak diizinkan masuk"? Merekapun meminta agar Ompu i membuat katabelece yang akan diberikan kepada polisi atau ten tara nanti di gerbang Pasar Sirongit. Dengan demikian, harapan mereka dapat diizinkan nantinya masuk ke kompleks Seminarium Sipoholon. –

Namun Ompu i menjawabnya: Aku tidak berhak melarang mereka, saya tidak mengetahui itu, dan lagi pula ini bukan urusan keluarga," katanya dengan singkat. Ompu i tidak menyetujui sikap mereka. Namun demikian, perhatian mereka perlu dihargai. 

Sebab Ompu i tabu, bahwa yang mendorong mereka ingin melindungi dirinya adalah karena adanya rasa solidaritas, kasih, seperasaan dan sependeritaan - sapangbilalaan, sapartinaonan - walapun Ompu i menyadarinya bahwa perasaan seperti itu dominan lahir dari perasaan atau emosi kultural.

Ketika Ephorus pulang ke rumah sebentar dan akan kembali ke tempat komplek Seminarium Sipoholon, pihak keluarga Ompu i mempunyai ide bagaimana agar Ds. G.H.M. Siahaan benar-benar aman pada saat-saat Sinode Godang yang genting itu. Mereka menganjurkan kepada Sekretaris Khusus Ephorus agar Ompu i Ds. G.H.M. Siahaan tidak menaiki mobil dinas dulu bila Ephorus hendak pergi ke Seminarium Sipoholon, tetapi menaiki mobil yang lain, yang sudah disediakan keluarga untuk itu.

Dengan demikian bila ada orang yang ingin dan bermaksud mengganggu keamanan Ephorus, hal itu dapat dicegah, karena mereka tidak tabu dengan mobil apa Ephorus pergi ke Sipoholon. Mendengar kekhawatiran keluarga yang sangat berlebihan itu, Ompu i mengatakan: "Saya pikir itu tidak perlu. Tuhan akan menjaga saya, percayalah kalian. 

Namun demikian, berdoalah supaya semua yang terjadi pada Sinode Godang ini berjalan lancar sesuai dengan kehendak Tuhan." Ephorus tidak mau naik mobil yang lain. Dia tidak takut sama sekali. Iayakin akan firman Tuhan: Bila Tuhan bersama kita, siapa menjadi lawan kita? Begitu jawabannya kepada pihak keluarga.

Kedua cerita di atas menunjukkan sikap, pribadi kepemimpinan Ompu i yang konsisten, tegas dan tegar dalam menghadapi badai kemelut yang sedang terjadi. Namun, ia tidak mau diatur oleh orang lain dalam kepemimpinannya. –

Berbagai nasehat, petunjuk dan pertimbangan, tentu dapat diberikan, dan Ompu i sangat menghargainya. Akan tetapi ia tidak suka bila ada orang yang mencoba-coba mendikte apa yang akan diperbuat dan dilakukannya, dari siapapun, termasuk dari Panglima, misalnya. Ia juga berterima kasih kepada orang -orang yang peduli akan keamanannya, baik dari pihak keluarga maupun dari pihak yang lain. Akan tetapi ketakutan yang berlebihan. yang tidak mempunyai alasan yang pasti, tentu itu adalah suatu tindakan yang tidak perlu. Semua saran untuk menjaga keamanannya san gat dihargai Ompu i.-

 Namun ia berpikiran lain, tidak ada yang perlu ditakuti sebab tidak ada kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karena Ompu i dengan bijak menunjukkan kesalahan orang lain atau ketidak-benaran sikap dan perbuatan orang lain. Sebab menurut Ompu i Banyak orang yang bertindak dengan motif yang benar tetapi dengan cara yang salah. Atau sebaliknya, motif tindakan salah, tetapi dampak dari tindakan itu dapat dibenarkan. Keduanya tidak dapat dibenarkan, tetapi harus disikapi dengan bijaksana.

Sikap, kepribadian dan kepemimpinan Ompu i sangat diduk1mg Ompung Boru atau Ompu Bontor Boru. Sekalipun kemelut dan badai sudah sangat besar menimpa HKBP, tetapi Ompu Boru selalu menyikapinya dengan pasrah. Ia sangat yakin kepada pimpinan Tuhan atas suaminya. Ketika Sinode Godang bulan Nopember digelar, ia tabu dengan sadar, bahwa kepemimpinan suaminya sebagai Ephorus bagaikan telor diunjuk tanduk. Dapat bertahan, tetapi mungkin pula akan ada pergantian kepemimpinan. Hal itu sudah diberitahukan Ompu i kepadanya. –

Sebab bila terjadi sesuatu yang berada di luar dugaannya, Ds. G.H.M. Siahaan mengatakan kepada istrinya, Ompu Bontor Boru - Langga Simanjuntak harus siap menghadapinya. Bila sesuatu terjadi di luar pemahamannya, ia sebaiknya mengundurkan diri dari jabatan Ephorus HKBP. Oleh karena itu, ia hanya dapat berdoa, kiranya Tuhan memberi sahala - wibawa - yang dari padaNya, sehingga dengan kebijakan dari Tuhan, suaminya Ds .G.H.M. Siahaan akan dapat membawa HKBP keluar dari kemelut yang sudah diancam pertikaian. 

Ketika pada Sinode Godang, Nopember 1978 itu berhasil menetapkan Ds. P.M. Sihombing, MTh sebagai Sekretaris Jenderal HKBP menggantikan Pdt. Dr. F.L Sianipar dan Ds. G.H.M. Siahaan tetap menjabat Ephorus, maka seorang staf memberitahukannya dengan gembira kepada Ompu Boru, katanya: Ompung, nunga sidung be Sinode i, jala hot do Ompung gabe Ephorus jala Pandita P.M. Sihombing gabe Sekretaris Jenderal HKBP" - "Ompung, Sinode Godang sudah selesai. dan Ds. G.H.M. Siahaan tetap dipertahankan sebagai Ephorus sementara Ds. P.M. Sihombing terpilih menjadi Sekretaris JenderalHKBP." –

Mendengar laporan seperti itu, Ompung Boru hanya menjawab dengan rendah hati dan bersyukur kepada Tuban. Kemudian, ia malah bercerita, dan ceritanya mengenai cerita pengalamannya sebagai seorang ibu rumahtangga. Katanya: "Saya pikir, peristiwa yang terjadi di Sinode Godang itu persis sama seperti orang yang berjualan, yang sedang menjajakan dagangannya di pusat pasar. Ada pedagang yang bersuara keras, berteriak -teriak untuk menawarkan dagangannya dengan cara-cara yang menarik perhatian: "Bu, ini murah, ini barang bagus. Hanya tiga seribu, tiga seribu. 

Siapa lagi, ayo, harga sore!" Pedagang tersebut terus berteriak-teriak memanggil orang yang lintas di depannya agar mau membeli dagangannya. Akan tetapi ada seorang pedagang yang lain, yang tidak kedengaran suaranya menjajakan dagangannya. Ia tidak berteriak-teriak menawarkan dagangannya kepada pembeli.

Namun justru pembeli itu yang berkata: "Ini saja kita beli. Kita tidak usah ke tempat orang yang berteriak -teriak itu. ltulah sebenarnya yang terjadi sekarang di Sinode Godang itu," kata Ompung Boro memahami dan menilai apa yang sedang terjadi. · Sebenarnya keadaan ketika itu sudah sangat genting.

Pada satu pihak, keadaan itu sangat menakutkan. Sebab, orang yang paling dekat ternyata sudah menjadi musuh yang sangat berbahaya. Pada sisi lain, situasi dan keadaan itu sangat menyedihkan. Sebab, orang yang semula ka\van kini telah menjadi lawan. Tidak ada yang paling menggembirakan apabila Iawan berubah menjadi kawan.-

Tetapi tidak ada yang paling menyedihkan apabila kawan pada akhirnya menjadi lawan. Ketika musuh yang berbahaya atau kawan yang menjadi lawan akhirnya dapat diamankan, Ompu Boru tidak menunjukkan suatu luapan emosional yang menunjukkan kemenangan. Malahan ia memberikan pemahaman agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang sedang terjadi.

Menurut Ompu Boru, soal kebenaran, tidak perlu dijajakan dengan suara · keras, apalagi dengan suara yang nyaring sehingga memekakkan telinga orang yang mendengamya. Kebenaran adalah kebenaran. Bagi orang yang mempunyai prinsip hidup, ia pasti tabu yang mana kebenaran yang hakiki dan yang mana kebenaran yang palsu, yang han ya dihembus-hembuskan dengan slogan agar layak sebagai kebenaran. –

Hanya orang yang tidak berprinsiplah yang mudah terperdaya dengan rayuan ucapan, atau dengan gembor-gembor pemberitaan tentang kebenaran. Sebenarnya kebenaran tidak perlu · dipromosikan secara menyolok, sebab di mana ada kebenaran di situ ada keadilan. Pada akhirnya, lambat atau cepat, kebenaran dan keadilan pasti terungkap, sebab pada dasarnya kebenaran dan keadilanlah yang menjadi pilihan banyak orang.

Dalam setiap percakapan, misalnya dalam mengutarakan pandangannya tentang kebenaran pada saat sidang atau rapat, Ds. G.H.M. Siahaan selalu berbicara dengan bahasayang lembut, tutur  kata yang teratur, dan dengan kalimat yang bermakna dalam. Ia tidak akan mau terpengaruh kepada orang yang sedang emosi mengutarakan pendapatnya, walaupun misalnya, disampaikan dengan bahasayang retorik, bombastis dan vulgar. –

Ephorus Ds. G.H.M Siahaan tidak pernah membuat hati sesamanya tersinggung hanya karena ucapan yang kasar. Ia tidak pula pernah berbicara atau menjawab dengan nada marah, sekalipun sebenarnya sudah dalam keadaan marah. Baginya hal itu pan tang sekali. Seandainyapun teman Atau la wan berbicara dengan nada yang sudah begitu tinggi, dengan nada emosi, namun sikap Ephorus biasa-biasa saja. Dengan tenang Ompu i akan berkata: "Pandapotmuna ma i, alai ra, mangihuthon pingkiranku, songonon ma, bukan?- "ltulah pendapat kamu.-

Namun saya pikir, menurut pikiranku, begini sajalah, bukan?" Sekalipun pandangan Ompu i disampaikan dengan bahasayang lembut, namun kadangkadang nuansanya dapat bermakna keras, pasti dan tidak tergugat lagi. Memang boleh saja orang akan benci dan jengkel bila ada keputusan Ds. G.H.M. Siahaan yang merugikan kelompok atau pihaknya. 

Mereka dapat saj a bereaksi marah dan emosi terhadap Ephorus. Mungkin kalau orang lain yang menerima sikap seperti itu, dapat saja ia membalas, ·misalnya marah dan menjawabnya dengan bahasa kasar atau dengan mempermalukannya. Akan tetapi reaksi semacam itu tidak pernah ditunjukkan Ompu i Ephorus terhadap orang- orang yang bersikap tidak hormat kepadanya.

Perasaan marah tentu ada pada Ds. G.H.M. Siahaan. Bagi orang-orang yang dekat dengannya, dapat memahami apakah Ompu i dalam keadaan marah atau tidak. Biasanya kalau Ds. G.H.M. Siahaan marah, ia akan diam. Wajahnya memerah. Rambutnya yang putih, yang disisir ke belakang, akan jatuh terurai, sehingga tidak rapi. Itulah sebabnya, orang yang dekat kepadanya sering mengatakan, kalau Ompu i marah, rambutnya juga turut marah. –

Apabila ia sudah sangat marah, biasanya ia bukan membentak atau dengan bersuara keras. Paling-paling ia merangkum pemikiran yang berkembang dan kemudian memberikan dua pemikiran alternatif, memilih satu di antara dua pikiran tersebut. Iapun tidak akan berusaha menjelaskan ke dua pemikiran tersebut agar dipahami peserta rapat atau oleh seseorang. Sedangkan apabila dalam keadaan tidak marah, ia tidak akan mau menetapkan suatu keputusan kalau peserta rapat atau orang yang bersangkutan belum memahami dan mengerti apa arti dan makna keputusan yang diambil. Baginya, ada semacam pemahaman.

Sifat pemarah dengan bentuk suara keras dan bahasayang tidak enak didengar tidak perlu dimiliki seorang pemimpin. Sebab dengan demikian, hal itu hanya akan mengundang kebencian orang lain. Tidak ada manfaat kemarahan, baik dalam arti tindakan atau perbuatan maupun dengan bahasayang kasar. Bahkan, bila situasi yang memanas, seorang pemarah akan sangat mudah tersulut untuk kemudian bertindak gegabah yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang banyak. Kemarahan dalam bentuk bahasa dan tindakan kekerasan akan lebih banyak ruginya dari pada manfaatnya.