Salah satu jemaat
HKBP di Medan sudah bertahun-tahun bertikai, dan nyaris mengalami perpecahan.
Sudah berulang-ulang dari kedua belah pihak datang menjumpai Ompu i.
menyampaikan kebenaran masing-masing, baik di Kantor Pusat maupun sewaktu Ompu
i sedang dinas ke Medan. Ompu i sudah menyarankan mereka untuk berdamai, namun
tidak pernah digubris kedua belah pihak. Masing-masing pihak merasa bahwa Ompu
i tidak bijak menyelesaikan masalah mereka sehingga dari pembicaraan mereka
keluar ucapan, “Ephorus na oto do i ", dan ucapan itu sampai pula kepada
Ompu i.
Pada suatu malam
minggu, ketika Ompu i tiba di Medan untuk memimpin acara di salah satu jemaat
di Medan, 11 orang dari salah satu kelompok yang bertikai dari jemaat tersebut
di atas menjumpai Ompu i di Jln. Sei Selayang, rumah orang tua Ds.G.H.M.
Siahaan.
Rombongan itu sudah
menunggu di Jl. Sei Selayang mulai pukul 19 .00 WIB, sementara Ephorus baru
tiba dari Pearaja pukul 20.00 WIB. Pembicaraan dimulai puku] 21.00 WIB. Setelah
mereka memperkenalkan diri, ternyata anggota rombongan itu sengaja dipilih dari
keluarga Siahaan rupanya. Sebab semua mereka adalah dari keluarga Siahaan. Ada
yang marga Siahaan, ada boru Siahaan. Mungkin maksudnya adalah agar percakapan
dapat berlangsung lebih akrab, lebih familier, dan agar Ompu i lebih berpihak
kepada mereka.
Dengan demikian
rombongan itu, yang semuanya dari keluarga Siahaan dapat mempengaruhi Ompu i
dan meminta penyelesaian sesuai dengan keinginan mereka. Rupanya mereka sudah
menentukan empat orang saja sebagai pembicara.
Akan tetapi setelah
selesai yang empat orang berbicara, Ompu i masih mempersilahkan agar semua
pembicara menyatakan isi hati mereka. Ketika seorang, yang nampaknya ketua
rombongan, mengatakan sudah cukup yang empat orang berbicara, untuk
mengutarakan isi hati mereka, "Nunga sahata hami Ompung, opat halak pe
hami na manghatai, hatanami sude ma i. Mardomu muse nunga jam sampulu sada
borngin on" –
"Kami sudah
sepakat Ompung, sekalipun kami hanya empat orang yang berbicara, itulah ucapan
dari kami semua. Kebetulan pula ini sudah jam sebelas malam," kata mereka.
Ompu i tetap mengatakan sebaiknya semualah yang berbicara.
''Nunga pola ro
nasida. langgo so i boasa pola dohot nasida ro, nanggo holan opat halak hamu ro
nangkin. " - "Mereka sudah datang ke sini. Kalau tidak kenapa mereka
ikut datang tadi, kenapa tidak hanya yang empat orang saja?"- kata Ompu i.
Lalu merekapun satu
persatu mengutarakan isi hatinya. Banyak dari antara mereka menyampaikan
pengaduannya dengan air mata sambil menangis tersedu-sedu. Semua yang sebelas
orang itu telah berbicara satu persatu dan bant selesai kira-kira pukul 24.30
atau 00.30 pagi. =
Setelah semua
berbicara, dan Ompu i tekun mendengar satu. persatu dari mereka yang
mengutarakan isi hatinya, maka pada gilirannya, Ompu i pun berkata: "Nunga
sude.hamu papuashon na di rohamuna. Nunga manogot be nuaeng. Ala Ephorus na oto
do ahu, ndang huboto padamehon hamu; tapasahat·ma tu Tuhan i. Ai ; ummalo do
Ibana padamehon hamu. lbana do Raja ni Huria i. Alani i martangiang ma hita-
". - "Kamu sudah semua mengeluarkan
isi hati kalian masing-masing. Sekarang sudah pagi. Karena saya adalah Ephorus
yang bodoh, saya tidak tahu bagaimana cara mendamaikan kamu. Marilah kita
serahkan kepada Tuhan. Sebab Dia akan bijaksana memperdamaikan kamu. Dialah
Raja Gereja. Oleh karena itu, marilah kita berdoa!" –
Tanpa ada komentar,
dan memang tidak mungkin lagi mengkomentarinya maka Ompu i langsung memimpin
doa dengan khidmat. lsi doanya tentu agar di dalam jemaat HKBP itu terjadi
kerukunan dan perdamaian. Setelah Ompu i selesai berdoa, mereka diam seribu
bahasa tanpa berkomentar. –
Ephorus pun berkata:
Jadi songon i ma jolo parjumpanganta on. Horas ma di hita sude! - Jadi cukup
demikianlah pertemuan kita ini. Horas bagi kita semua!" Mereka diam, dan
satu persatu menyalami Ompu i untuk permisi pulang. Semenjak pertemuan itu
mereka tidak pernah lagi datang untuk unjuk rasa.
Bahkan pada akhirnya, mereka
bersedia berdamai, mengalah dengan pihak lain. Demikian salah satu cara Ompu i
menghadapi dan menyelesaikan masalah dijemaat. Biarpun dia disebut "na oto
", dia tidak sakit hati. Beliau tidak pernah mendendam kepada orang yang
menolak keputusannya.
Ada seorang sepupu
Ompu i yang menjadi Penatua, Sintua, kemudian melapor kepadanya bahwa dia sudah
menjadi Penatua. Katanya: "Aku sudah diangkat menjadi Penatua. Sejak saya
jadi Penatua, saya rajin mengikuti sermon-sermon". Ompu i menjawab dengan
singkat saja, katanya: "Ya baiklah itu. Lakukanlah pelayananmu dengan
sungguh-sungguh". –
Saudara sepupu Ompu i
agak kecewa mendengar respon Ompu i. Sebab semula memang ia Mengharapkan bahwa
Ompu i akan menunjukkan rasa bangga mendengar laporannya, misalnya dengan
berbagai kata-kata yang menyenangkan hatinya. Ia berharap pula bahwa Ompu i
akan memberi sesuatu kepada, misalnya Alkitab, Buku. Ende, atau buku-buku yang diperlukan sebagai tambahan bekal bagi
dirinya. –
Mungkin rasa kesal
Sintua itu dapat diterima. Namun sikap Ompu i sebenarnya adalah agar sebagai
seorang Penatua, ia bertanggung-jawab atas pilihan yang sudah diterimanya dari
Tuhan. Ephorus berharap janganlah ia menjadi Penatua hanya karena ia adalah
saudara dari Ephorus HKBP. Di samping itu, Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan
memang tidak pernah menempatkan dirinya sebagai seorang donateur, sehingga ia
tidak memberikan apa yang diminta saudara sepupunya itu.
Sebenarnya ada yang
tidak disetujui Ompu i dari sikap saudara sepupunya itu, yaitu terlalu bangga
karena sudah seorang penatua.
Atau, mungkin apabila ia memberikan sesuatu
kepadanya, seperti Bibel, Buku Ende atau apa saja yang perlu untuk seorang penatua,
Ompu i khawatir akan diperalatnya sebagai pasomen- alat untuk menunjukkan
wibawa atau kelebihannya dari orang lain di kalangan sesama Majelis Jemaat. –
Dengan demikian ia
akan memperalat, manganggarhon jabatan Ephorus, karena kebetulan saudaranya yang
menjabat Ephorus, kepada orang lain. Ds. G .H.M Siahaan dengan bijak untuk
tidak menyetujui sikap dan tindakannya.
Sebab tindakan dan sikapnya itu dilihat
ada motif yang tidak benar. Pernah ketika sedang memimpin rapat di Kantor Pusat
HKBP, Pearaja- Tarutung, menjelang Sinode Godang Nopember 1978, pada saat-saat
situasi hamaolon, kemelut di HKBP, ada datang dari Lumban Gorat, Balige.
Katanya mereka adalah dari pihak keluarga Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan.
Mereka datang untuk menjaga keamanan dan pengawal pribadi Ephorus. Mereka
menjaga dan mengawal di rumah dan di lokasi rapat yang sedang berlangsung.
Sebenarnya pada awalnya Ephorus tidak mengetahui kedatangan mereka. –
Dia tidak tahu pula
siapa yang menyuruh mereka datang untuk menjaga keamanannya. Namun
bagaimanapun, mereka tidak mungkin diusir, karena mereka langsung ke rumah
kediaman Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan.
Akan tetapi ketika
rapat tersebut selesai dan kemudian dilanjutkan dengan Sinode Godang, mereka
tidak diizinkan aparat keamanan, polisi dan tentara, memasuki kompleks
Seminarium Sipoholon. Mereka dicegat di gerbang ke Seminarium Sipoholon, di
jembatan Pasar Sirongit Sipoholon.
Atas kejadian itu, merekapun bertanya kepada
Ompu i, katanya: "Bagaimana ini, kenapa banyak tentara di kompleks itu,
dan mengapa kami tidak diizinkan masuk"? Merekapun meminta agar Ompu i
membuat katabelece yang akan diberikan kepada polisi atau ten tara nanti di
gerbang Pasar Sirongit. Dengan demikian, harapan mereka dapat diizinkan
nantinya masuk ke kompleks Seminarium Sipoholon. –
Namun Ompu i
menjawabnya: Aku tidak berhak melarang mereka, saya tidak mengetahui itu, dan
lagi pula ini bukan urusan keluarga," katanya dengan singkat. Ompu i tidak
menyetujui sikap mereka. Namun demikian, perhatian mereka perlu dihargai.
Sebab
Ompu i tabu, bahwa yang mendorong mereka ingin melindungi dirinya adalah karena
adanya rasa solidaritas, kasih, seperasaan dan sependeritaan - sapangbilalaan, sapartinaonan
- walapun Ompu i menyadarinya bahwa perasaan seperti itu dominan lahir dari
perasaan atau emosi kultural.
Ketika Ephorus pulang
ke rumah sebentar dan akan kembali ke tempat komplek Seminarium Sipoholon,
pihak keluarga Ompu i mempunyai ide bagaimana agar Ds. G.H.M. Siahaan
benar-benar aman pada saat-saat Sinode Godang yang genting itu. Mereka
menganjurkan kepada Sekretaris Khusus Ephorus agar Ompu i Ds. G.H.M. Siahaan
tidak menaiki mobil dinas dulu bila Ephorus hendak pergi ke Seminarium Sipoholon,
tetapi menaiki mobil yang lain, yang sudah disediakan keluarga untuk itu.
Dengan demikian bila
ada orang yang ingin dan bermaksud mengganggu keamanan Ephorus, hal itu dapat
dicegah, karena mereka tidak tabu dengan mobil apa Ephorus pergi ke Sipoholon.
Mendengar kekhawatiran keluarga yang sangat berlebihan itu, Ompu i mengatakan:
"Saya pikir itu tidak perlu. Tuhan akan menjaga saya, percayalah kalian.
Namun demikian, berdoalah supaya semua yang terjadi pada Sinode Godang ini
berjalan lancar sesuai dengan kehendak Tuhan." Ephorus tidak mau naik
mobil yang lain. Dia tidak takut sama sekali. Iayakin akan firman Tuhan: Bila
Tuhan bersama kita, siapa menjadi lawan kita? Begitu jawabannya kepada pihak
keluarga.
Kedua cerita di atas
menunjukkan sikap, pribadi kepemimpinan Ompu i yang konsisten, tegas dan tegar
dalam menghadapi badai kemelut yang sedang terjadi. Namun, ia tidak mau diatur
oleh orang lain dalam kepemimpinannya. –
Berbagai nasehat,
petunjuk dan pertimbangan, tentu dapat diberikan, dan Ompu i sangat
menghargainya. Akan tetapi ia tidak suka bila ada orang yang mencoba-coba
mendikte apa yang akan diperbuat dan dilakukannya, dari siapapun, termasuk dari
Panglima, misalnya. Ia juga berterima kasih kepada orang -orang yang peduli
akan keamanannya, baik dari pihak keluarga maupun dari pihak yang lain. Akan
tetapi ketakutan yang berlebihan. yang tidak mempunyai alasan yang pasti, tentu
itu adalah suatu tindakan yang tidak perlu. Semua saran untuk menjaga
keamanannya san gat dihargai Ompu i.-
Namun ia berpikiran lain, tidak ada yang perlu
ditakuti sebab tidak ada kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karena Ompu i dengan
bijak menunjukkan kesalahan orang lain atau ketidak-benaran sikap dan perbuatan
orang lain. Sebab menurut Ompu i Banyak orang yang bertindak dengan motif yang
benar tetapi dengan cara yang salah. Atau sebaliknya, motif tindakan salah,
tetapi dampak dari tindakan itu dapat dibenarkan. Keduanya tidak dapat
dibenarkan, tetapi harus disikapi dengan bijaksana.
Sikap, kepribadian
dan kepemimpinan Ompu i sangat diduk1mg Ompung Boru atau Ompu Bontor Boru.
Sekalipun kemelut dan badai sudah sangat besar menimpa HKBP, tetapi Ompu Boru
selalu menyikapinya dengan pasrah. Ia sangat yakin kepada pimpinan Tuhan atas
suaminya. Ketika Sinode Godang bulan Nopember digelar, ia tabu dengan sadar,
bahwa kepemimpinan suaminya sebagai Ephorus bagaikan telor diunjuk tanduk.
Dapat bertahan, tetapi mungkin pula akan ada pergantian kepemimpinan. Hal itu
sudah diberitahukan Ompu i kepadanya. –
Sebab bila terjadi
sesuatu yang berada di luar dugaannya, Ds. G.H.M. Siahaan mengatakan kepada
istrinya, Ompu Bontor Boru - Langga Simanjuntak harus siap menghadapinya. Bila
sesuatu terjadi di luar pemahamannya, ia sebaiknya mengundurkan diri dari
jabatan Ephorus HKBP. Oleh karena itu, ia hanya dapat berdoa, kiranya Tuhan
memberi sahala - wibawa - yang dari padaNya, sehingga dengan kebijakan dari
Tuhan, suaminya Ds .G.H.M. Siahaan akan dapat membawa HKBP keluar dari kemelut
yang sudah diancam pertikaian.
Ketika pada Sinode Godang, Nopember 1978 itu
berhasil menetapkan Ds. P.M. Sihombing, MTh sebagai Sekretaris Jenderal HKBP
menggantikan Pdt. Dr. F.L Sianipar dan Ds. G.H.M. Siahaan tetap menjabat
Ephorus, maka seorang staf memberitahukannya dengan gembira kepada Ompu Boru,
katanya: Ompung, nunga sidung be Sinode i, jala hot do Ompung gabe Ephorus jala
Pandita P.M. Sihombing gabe Sekretaris Jenderal HKBP" - "Ompung,
Sinode Godang sudah selesai. dan Ds. G.H.M. Siahaan tetap dipertahankan sebagai
Ephorus sementara Ds. P.M. Sihombing terpilih menjadi Sekretaris
JenderalHKBP." –
Mendengar laporan
seperti itu, Ompung Boru hanya menjawab dengan rendah hati dan bersyukur kepada
Tuban. Kemudian, ia malah bercerita, dan ceritanya mengenai cerita
pengalamannya sebagai seorang ibu rumahtangga. Katanya: "Saya pikir,
peristiwa yang terjadi di Sinode Godang itu persis sama seperti orang yang
berjualan, yang sedang menjajakan dagangannya di pusat pasar. Ada pedagang yang
bersuara keras, berteriak -teriak untuk menawarkan dagangannya dengan cara-cara
yang menarik perhatian: "Bu, ini murah, ini barang bagus. Hanya tiga
seribu, tiga seribu.
Siapa lagi, ayo, harga sore!" Pedagang tersebut terus
berteriak-teriak memanggil orang yang lintas di depannya agar mau membeli
dagangannya. Akan tetapi ada seorang pedagang yang lain, yang tidak kedengaran
suaranya menjajakan dagangannya. Ia tidak berteriak-teriak menawarkan
dagangannya kepada pembeli.
Namun justru pembeli
itu yang berkata: "Ini saja kita beli. Kita tidak usah ke tempat orang
yang berteriak -teriak itu. ltulah sebenarnya yang terjadi sekarang di Sinode
Godang itu," kata Ompung Boro memahami dan menilai apa yang sedang
terjadi. · Sebenarnya keadaan ketika itu sudah sangat genting.
Pada satu pihak,
keadaan itu sangat menakutkan. Sebab, orang yang paling dekat ternyata sudah
menjadi musuh yang sangat berbahaya. Pada sisi lain, situasi dan keadaan itu
sangat menyedihkan. Sebab, orang yang semula ka\van kini telah menjadi lawan.
Tidak ada yang paling menggembirakan apabila Iawan berubah menjadi kawan.-
Tetapi tidak ada yang
paling menyedihkan apabila kawan pada akhirnya menjadi lawan. Ketika musuh yang
berbahaya atau kawan yang menjadi lawan akhirnya dapat diamankan, Ompu Boru
tidak menunjukkan suatu luapan emosional yang menunjukkan kemenangan. Malahan ia
memberikan pemahaman agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang sedang
terjadi.
Menurut Ompu Boru,
soal kebenaran, tidak perlu dijajakan dengan suara · keras, apalagi dengan
suara yang nyaring sehingga memekakkan telinga orang yang mendengamya.
Kebenaran adalah kebenaran. Bagi orang yang mempunyai prinsip hidup, ia pasti
tabu yang mana kebenaran yang hakiki dan yang mana kebenaran yang palsu, yang
han ya dihembus-hembuskan dengan slogan agar layak sebagai kebenaran. –
Hanya orang yang
tidak berprinsiplah yang mudah terperdaya dengan rayuan ucapan, atau dengan
gembor-gembor pemberitaan tentang kebenaran. Sebenarnya kebenaran tidak perlu ·
dipromosikan secara menyolok, sebab di mana ada kebenaran di situ ada keadilan.
Pada akhirnya, lambat atau cepat, kebenaran dan keadilan pasti terungkap, sebab
pada dasarnya kebenaran dan keadilanlah yang menjadi pilihan banyak orang.
Dalam setiap
percakapan, misalnya dalam mengutarakan pandangannya tentang kebenaran pada
saat sidang atau rapat, Ds. G.H.M. Siahaan selalu berbicara dengan bahasayang
lembut, tutur kata yang teratur, dan dengan kalimat yang bermakna dalam. Ia
tidak akan mau terpengaruh kepada orang yang sedang emosi mengutarakan
pendapatnya, walaupun misalnya, disampaikan dengan bahasayang retorik,
bombastis dan vulgar. –
Ephorus Ds. G.H.M
Siahaan tidak pernah membuat hati sesamanya tersinggung hanya karena ucapan
yang kasar. Ia tidak pula pernah berbicara atau menjawab dengan nada marah,
sekalipun sebenarnya sudah dalam keadaan marah. Baginya hal itu pan tang
sekali. Seandainyapun teman Atau la wan berbicara dengan nada yang sudah begitu
tinggi, dengan nada emosi, namun sikap Ephorus biasa-biasa saja. Dengan tenang
Ompu i akan berkata: "Pandapotmuna ma i, alai ra, mangihuthon pingkiranku,
songonon ma, bukan?- "ltulah pendapat kamu.-
Namun saya pikir,
menurut pikiranku, begini sajalah, bukan?" Sekalipun pandangan Ompu i
disampaikan dengan bahasayang lembut, namun kadangkadang nuansanya dapat
bermakna keras, pasti dan tidak tergugat lagi. Memang boleh saja orang akan
benci dan jengkel bila ada keputusan Ds. G.H.M. Siahaan yang merugikan kelompok
atau pihaknya.
Mereka dapat saj a bereaksi marah dan emosi terhadap Ephorus.
Mungkin kalau orang lain yang menerima sikap seperti itu, dapat saja ia
membalas, ·misalnya marah dan menjawabnya dengan bahasa kasar atau dengan
mempermalukannya. Akan tetapi reaksi semacam itu tidak pernah ditunjukkan Ompu
i Ephorus terhadap orang- orang yang bersikap tidak hormat kepadanya.
Perasaan marah tentu
ada pada Ds. G.H.M. Siahaan. Bagi orang-orang yang dekat dengannya, dapat
memahami apakah Ompu i dalam keadaan marah atau tidak. Biasanya kalau Ds.
G.H.M. Siahaan marah, ia akan diam. Wajahnya memerah. Rambutnya yang putih,
yang disisir ke belakang, akan jatuh terurai, sehingga tidak rapi. Itulah
sebabnya, orang yang dekat kepadanya sering mengatakan, kalau Ompu i marah,
rambutnya juga turut marah. –
Apabila ia sudah
sangat marah, biasanya ia bukan membentak atau dengan bersuara keras.
Paling-paling ia merangkum pemikiran yang berkembang dan kemudian memberikan
dua pemikiran alternatif, memilih satu di antara dua pikiran tersebut. Iapun
tidak akan berusaha menjelaskan ke dua pemikiran tersebut agar dipahami peserta
rapat atau oleh seseorang. Sedangkan apabila dalam keadaan tidak marah, ia
tidak akan mau menetapkan suatu keputusan kalau peserta rapat atau orang yang
bersangkutan belum memahami dan mengerti apa arti dan makna keputusan yang
diambil. Baginya, ada semacam pemahaman.
Sifat pemarah dengan
bentuk suara keras dan bahasayang tidak enak didengar tidak perlu dimiliki
seorang pemimpin. Sebab dengan demikian, hal itu hanya akan mengundang
kebencian orang lain. Tidak ada manfaat kemarahan, baik dalam arti tindakan
atau perbuatan maupun dengan bahasayang kasar. Bahkan, bila situasi yang
memanas, seorang pemarah akan sangat mudah tersulut untuk kemudian bertindak
gegabah yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang banyak. Kemarahan dalam
bentuk bahasa dan tindakan kekerasan akan lebih banyak ruginya dari pada
manfaatnya.