2.2.6. Mutasi Pelayan Untuk Kepentingan Gereja


2.2.6.      Mutasi Pelayan Untuk Kepentingan Gereja

Selama kepemimpinan Ds.G.H.M. Siahaan menjadi Ephorus HKBP, penempatan Pendeta diusahakan sesuai dengan kemampuan, talenta dan minat pelayan. Pertimbangan lain adalah kesesuaian lapangan kerja, daerah pelayanan dan kemampuan Jemaat atau Ressort secara finansial dengan masa kerja dan tanggungan keluarga pelayan tersebut. 

Dalam setiap rapat Tim Pembantu Ephorus (TPE) atau Majelis Pusat HKBP yang membicarakan mutasi Pendeta, Ompu i selalu mengetengahkan azas kelayakan dan kemampuan dalam menempatkan seorang Pendeta ke daerah pelayanan. –

Kadang kala selalu ada anggota TPE atau Majelis Pusat yang berpikiran kelompokisme, margaisme, dan luatisme ketika membicarakan mutasi Pendeta. 

Artinya, anggota Majelis Pusat atau TPE adakalanya mengusulkan seorang Pendeta supaya dipindahkan ke Ressort yang ada di kota besar, seperti Medan, Bandung, Jakarta hanya karena ia mempunyai hubungan tertentu dengan Pendeta tersebut, misalnya karena hubungan partuturon- kekerabatan atau hubungan yang lain.

Pada hal, Pendeta yang diusulkan itu sebenarnya belum layak untuk melayani ke kota yang ditunjuk tersebut, baik dari segi pengalaman kerja maupun dari kemampuan lainnya. · 

Dalam setiap rapat mutasi Pendeta, tidak pernah ada kesan bahwa Ompu i ber-nepotisme atau berkolusi dengan seseorang. Azas mutasi Pendeta yang dianut Ompu i adalah kelayakan dan kemampuan Pendeta. Seorang Pendeta, yang berjuang keras membela Ephorus pada peristiw 1978, diusulkan anggota TPE menjadi Pendeta Ressort di Ressort Sabungan Distrik di Tapanuli Utara. –

Ompu i langsung berkomentar; "Hurang ampit do nasida tusi ai marpahean pe hurang dasip do jala ndang ias di jabu" - "Pendeta itu kurang tepat untuk ditempatkan ke sana, sebab cara berpakaiannyapun kurang rapi, dan kebersihan di rumahpun kurang diperhatikan." 

Ompu i mengharapkan bahwa Pendeta Ressort di Sabungan Distrik adalah Pendeta yang ramah, rapi dan bersih. Memang, salah satu kelebihan Ompu i adalah; mengenal dan mengetahui latar belakang kehidupan keluarga semua Pendeta HKBP.-

Dalam penempatan Pendeta, misalnya, beliau tidak pernah mengusulkan agar Pendeta marga Siahaan ditugaskan di jemaat kota. Pada waktu HKBP Distrik Jawa Kalimantan mengadakan Kebaktian Syukuran Tahun Baru di HKBP Petojo, tahun 1983, seorang Pendeta diperbantukan di Jakarta, marga Siahaan meminta kepada Ompu i agar dimutasikan menjadi Pendeta Ressort di Jakarta. 

Tetapi Ompu i menolak secara halus, katanya: “Huria na metmet peso hoi denggan dihobasi ho, lam na balga ma ". - "Jemaat kecil saja tidak dapat kau layani, apalagi jemaat yang besar?'' Rupanya menurut pengamatan Ephorus, Pendeta tersebut kurang baik melayani.

Seperti biasanya, apabila tiba waktunya untuk membicarakan siapa yang menempati Ressort yang berada di kota, seperti di kota Jakarta, maka semua anggota Majelis Pusat akan mengusulkan dan mempertahankan Pendeta jagoannya 'masing-masing. 

Tetapi apabila percakapan tentang siapa yang akan menempati Ressort Baringin Pusuk, Ressort Sipiongot atau Ressort Nauli Dano Horbo, semua anggota majelis Pusat biasanya bungkam dan tidak berminat berbicara. –

Mungkin karena mereka tidak tabu dan merasa tidak perlu tabu di mana letak wilayah Ressort tersebut. sehingga mereka tidak berminat mengusulkan seseorang ke sana.

Pernah pada suatu rapat Majelis Pusat, seorang anggota Majelis Pusat marga Siahaan, dengan gigih memperjuangkan agar seorang Pendeta 'jagoannya ' ditempatkan di suatu Ressort di kota Jakarta. 

Karena merasa usulnya tidak mendapat dukungan dari Ompu i, akhirnya dia mengatakan: ''Ai apala paramanta do Pandita on Ompung! 

Ompu i merasa terkejut mendengamya: "Ba, songon i do hape? ", - Wah, begitu rupanya?" kata Ompu i, balik bertanya. 

Anggota Majelis Pusat yang lain sudah tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Mungkin Majelis Pusat itu kelepasan berbicara, tanpa sadar apa makna ucapannya.-

Akan tetapi Ompu i dapat menetraliser keadaan, malah akhirnya ia berguyon lagi. Sambil menunjuk nomor urut berikutnya dari daftar Pendeta yang akan mutasi, Ompu i mengatakan: molo on, paraman ni ise on? 

Kemudian dilanjutkan lagi menunjuk nama Pendeta dari nomor urut berikutnya: "Jala on muse, paraman ni ise on?" 

Anggota Majelis Pusat yang lain terus tertawa terbahak-bahak karena guyon Ompu i. 

Tetapi anggota Majelis Pusat yang mengusulkan paramannya tadi sangat merasa malu diperlakukan seperti itu. Sejak peristiwa itu, dalam Rapat Mutasi di majelis Pusat, apabila memperbincangkan nama Pendeta yang akan mutasi, selalu ada anggota Majelis Pusat yang menggoda berseloroh: "On, paraman ni ise on?"

Di dalam rapat mutasi pelayan, Ds. G.H.M. Siahaan selalu mengajak peserta rapat mendahulukan kepentingan HKBP, bukan kepentingan marga, kelompok atau daerah. 

Ds.G.H.M. Siahaan tidak pernah memakai mutasi Pendeta menjadi alat menguasai Pendeta Atau memanfaatkan mutasi sebagai pelampiasan rasa tidak suka atau untuk menunjukkan rasa suka, senang dan cara berterimakasih terhadap seorang Pendeta. 

Pemutasian seorang Pendeta atau pelayan ke daerah · pelayanan yang baru selalu ditempatkan dalam kerangka dua prioritas kepentingan. Prioritas pertama adalah kepentingan jemaat dan kedua adalah mempertimbangkan kepentingan pelayan secara proporsional.

Itulah sebabnya dalam Aturan dan Peraturan dianjurkan seorang pelayan sudah dapat pindah dari suatu daerah pelayanan ke daerah pelayanan yang lain setelah ia melayani di suatu daerah pelayanan kurang lebih lima tahun. 

Namun dalam hal-hal tertentu, Ephorus dapat menetapkan perpindahan seorang pelayan, sesuai dengan pertimbangan Ephorus sendiri. Sebab ada kalanya seorang Pendeta atau pelayan yang lain harus pindah dari daerah pelayanannya untuk 'menyelamatkan ' keberadaan atau posisi Pendeta atau pelayan tersebut dan untuk keutuhan persekutuan jemaat, sekalipun misalnya Pendeta tersebut bel um ada lima tahun melayani di daerah tersebut. –

Namun motif utama perpindahan itu bukan untuk kepentingan pribadi Pendeta tetapi demi kepentingan dan kebutuhan pelayanan di jemaat. Pernah pada suatu hari seorang Pendeta man tan Guru Huria, akhir-akhir santer disebut 'begu ·-bekas guru- oleh mereka sendiri - datang meminta pindah ke kota Medan. 

Ompu i menjawab permintaan itu secara diplomatis: "Jolo manopinopi ma hamu tu kota, di tingkina annan boi do hamu tu kota - "Sebaiknya kamu lebih dahulu melayani di pinggiran kota, pada waktunya nanti kamu dapat juga melayani di kota." –

Alasannya adalah karena Ompu i mengetahui kemampuan Pendeta tersebut dalam berbahasa. Ia kurang fasih berbahasa Indonesia. Sikap seperti itu sering diungkapkan Ompu i kepada seseorang yang datang kepadanya untuk meminta dipindahkan ke daerah tertentu atau terhadap usul Majelis Pusat. 

Ompu i berani menolak usul untuk memutasikan seorang Pendeta ke kota atau ke Ressort yang lebih besar dan sudah tua apabila Pendeta yang diusulkan itu dilihat belum cukup berpengalaman, kurang mampu atau tidak memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan Ressort atau Jemaat tersebut.

Ketika Ompu i dirawat beberapa bulan di Rumah sakit PGI Cikini Jakarta, bulan September 1980, diadakanlah rapat TPE sesuai dengan jadwal rapat yang sudah ditetapkan sebelum Ompu i opname ·  di Rumah Sakit. Dalam rapat TPE itu, seorang Pendeta ditetapkan akan pindah dari Ressort pelayanannya ke Ressort HKBP Tanjung Pinang. 

Sebagaimana diketahui, Kota Tanjung Pinang terletak di Kepulauan Riau, kota pelabuhan, dekat ke daerah Batam, Malaysia dan Singapore. Kota ini sudah maju karena lintasan perdagangan dari luar negeri ke· dalam negeri, begitu sebaliknya. Menurut klasifikasi 1medan pelayanan HKBP, kota Tanjung Pinang termasuk kategori modem dan secara finansial termasuk jemaat surplus. Setelah Ompu i Ds. G.H.M. Siahaan kembali dari RS PGI Cikini, keputusan pemutasian Pendeta tersebut dibatalkan. –

Pertimbangannya, sesuai dengan pengalaman dan kemampuannya. Pendeta itu kurang pas untuk melayani di Tanjung Pinang. Akan tetapi rupanya Pendeta tersebut sudah sempat mengetahui bahwa dia akan dimutasikan ke HKBP Ressort Tanjung Pinang. Hal seperti itu ·memang sering terjadi di kalangan Majelis Pusat. 

Orang yang mengusulkan Pendeta pindah ke Ressort yang baru, biasanya akan dengan bangga bahkan sedikit pongah menceritakan perjuangannya · untuk memindahkan Pendeta tersebut menempati Res sort yang diinginkan. 

Hal itulah yang sering membuat kendala dan mejadi sumber masalah di dalam pemutasian Pendeta. Demikian juga dengan Pendeta yang sudah diputuskan pindah ke Tanjung Pinang tadi. Akan tetapi setelah ada percakapan antara Ompu i dengan Pendeta tersebut, maka Pendeta itu dapat memahaminya, tanpa ada rasa sakit hati kepada Ephorus.

Dalam satu Rapat Majelis Pusat yang lain lagi, Ompu i pernah menolak usul anggota seorang Majelis Pusat untuk menetapkan seorang Pendeta yang belum pernah memimpin jemaat menjadi Pendeta Res sort di salah satu Ressort di Jakarta Timur. 

Beberapa anggota Majelis Pusat turut mendukung dengan segala usaha untuk memperjuangkan Pendeta itu menjadi Pendeta Ressort di wilayah Jakarta Timur. Namun dengan. tegas, Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan menetapkan agar pemutasian Pendeta tetap mempertentangkan kriteria pemutasian, seperti pengalaman, masa kerja dan kesenioran untuk menduduki Pendeta Ressort tersebut. –

Misalnya, sangat tidak baik bila Pendeta yang diperbantukan lebih senior dari Pendeta Ressort nya. Akhirnya diambil jalan tengah, Pendeta tersebut diputuskan menjadi Pendeta diperbantukan di Ressort yang dimaksud dengan kriteria tersebut di atas. Semua anggota Majelis Pusat pun dapat memahami kriteria penempatan Pendeta tersebut. 

Dengan demikian adakalanya dalam hal-hal tertentu, sepanjang dapat ditolerir, Ds. G.H.M. Siahaan dapat dan mau mengalah. Dengan demikian situasi dan kondisi perbedaan pendapat dapat terkendali dengan baik. Akan tetapi bila sesuatu yang hendak ditetapkan atau sudah menjadi ketetapan, Ds. G.H.M. Siahaan sangat tegas dan tidak berkompromi, apabila dia lihat hal itu benar-benar bertentangan dengan kebijakan umum HKBP.

Pernah terjadi, ada dua orang Pendeta sama-sama menolak mutasi penempatan mereka ke suatu Ressort. Mereka berdua samasama datang menemui Ompu i dan meminta agar Surat Keputusan mereka itu dibatalkan dan diRohah ke Ressort yang lain. 

Namun anehnya, mereka. masing-masing minta dipindahkan ke satu Ressort yang sama. Tentu saja Ompu i tidak menyetujuinya. Bukan hanya karena mereka meminta dipindahkan ke Ressort yang sama, tetapi juga karena menurut Ompu i mereka lebih tepat dipindahkan ke Ressort sebagai mana sudah tertuang di dalam Surat Keputusan yang sudah mereka terima. –

Kemudian Ompu i menganjurkan agar kedua Pendeta tersebut melaksanakan Surat Keputusan perpindahan yang sudah diterima. Namun mereka berdua tetap tidak setuju dan terus membujuk Ompu i agar memenuhi permintaan mereka. 

Masingmasing mereka tetap mempertahankan permintaannya agar dipindahkan ke Ressort yang satu itu. Lalu Ephorus mengatakan dengan lembut. tetapi sebenarnya sudah sangat kesal: "Antong so_ngon on ma i, iurathon hamu ma pangidoanmuna i jala ketik hamuma SK-muna, hutandatangani pe annonr'. "Begini saja, tuliskan saja permintaan kamu dan ketik sendiri SK -mu, nanti akan saya tarida tangarti."

Dari ucapan itu, Ephorus seolah-olah menyetujui permintaan mereka berdua untuk di tempatkan di Ressort yang sama. –

Akan tetapi, rupanya, ucapan lembut dari Ompu i justru membuka hati dan pikiran mereka. Apa yang mereka minta tidak mungkin dilakukan Ompu i. Demikian juga Jengan apa yang diminta Ompu i tidak mungkin mereka lakukan. Sebab tidaklah lazim Pendeta yang hendak pindah yang mengetik SK-nya sendiri. –

Setelah mereka berdua sadar, bahwa tidak mungkin dua orang Pendeta Ressort dipindahkan ke satu Resort, akhirnya mereka berdua mengaku salah dan berkata, "Mangido maaf ma Ompung, nunga sala hami ndang unduk tu haputusan ni Ompung. Tangiangkon Oinpung ma asa nzargogo hami mangulahon SK naung adong i". "Kami minta maaf Ompung, kami bersalah tidak menaati keputusan Ompung. -

Doakanlah kami Ompung, agar kami dikuatkan Tuhan melaksanakan Surat Keputusan yang sudah ditetapkan itu." Itulah salah satu contoh bagaimana Ompu i Ds.G.H.M Siahaan menentukan dan menjalankan keputusannya, yang semlianya bermuara kepada kepentingan dan kebutuhan gereja. –

Di dalam Barita Jujur Taon yang disampaikan Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan kepada Sinode Godang 1981. ada dituliskan bahwa Pdt. S.B. Siregar akan pindah menjadi Praeses Tebing Tinggi dari Distrik Dairi. Begitu membaca dan mendengar laporan Barita Jujur Taon Ephorus, ia bergegas menemui Ompu i Ephorus dan bertanya:

"Ompung, apakah memang sudah terjadi keputusan saya harus pindah ke Tebing Tinggi? Ephorus menjawab dengan singkat: "Sudah! ''. Mendengar jawaban Ompu i yang begitu singkat, tentu tidak memberi kepuasan dalam hati. 

Pdt. S.B. Siregar balik bertanya lagi: "Begini Ompung, buat saya kota Tebing Tinggi sangat asing. Saya pikir saya tidak cocok di sana. Saya sudah tepat dan cocok di Distrik Dairi, meskipun kota Tebing Tinggi lebih maju dan lebih besar. 

Saya mohon Ompung, biarlah saya tetap melayani di Distrik Dairi - Sidikalang saja". Rupanya Amang Praeses ini sulit dan berat hati meninggalkan kota Sidikalang Distrik Dairi. Oleh karena itu, ia memohon kepada Ompu i agar tetap melayani di Dairi saja.

Mendengar penjelasan itu, Ompu i Ephorus cepat mengerti dan tanggap. Kemudian usul permohonan itu dapat diterima Ompu i Ephorus, sehingga Praeses Pdt. S.B. Siregar tidak jadi pindah ke Tebing Tinggi - Deli. –

Hal itu bukan berarti bahwa Ephorus tidak konsisten dengan keputusan yang sudah ditetapkan, tetapi adalah karena pertimbangan lain yang lebih relevan. Keputusan untuk memindahkan Praeses Pdt. S.B. Siregar dari Distrik Dairi ternyata dapat lebih beresiko kepada jemaat, bukan hanya untuk jemaat yang ada di Distrik Dairi yang akan ditinggalkan, tetapi juga kepada jemaat yang ada di Distrik Tebing Tinggi Deli. –

Sebab dengan mengatakan lebih cocok dan lebih tepat di Dairi merupakan pertanda bahwa jemaat-jemaat di Distrik Dairi sangat membutuhkan Praeses tersebut. Pertimbangan lain, dari segi perkembangan kota· dan wilayah, Distrik Tebing Tinggi Deli lebih menjanjikan kemajuan dan kesejahteraan hidup dari pada Distrik Dairi. Akan tetapi hal itu bukan menjadi pertimbangan Praeses tersebut. –

Praeses tersebut nampaknya menyadari bahwa ia lebih cocok di wilayah tradisional, dari pada di wilayah transisional, yang cepat maju dan berkembang. Kesadaran seperti itulah yang menjadi pertimbangan sehingga Ompu i Ephorus berkenan mengabulkan pem1ohonan Praeses tersebut. 

Sebab Praeses tersebut lebih mengutamakan relevansi pelayanannya dari pada berorientasi mengejar kemajuan zaman di kota besar, yang walaupun hal itu belum tentu dapat dicapai dan diupayakannya. Hal yang sama pernah juga dialami Pdt. M. Manalu, STh. –

Ia pindah dari HKBP Ressort Pekan Baru, bulan Juni 1984 dan ditugaskan ke Kantor Pusat HKBP. Pdt. Manalu ditugaskan menjadi jurufoto video untuk kebutuhan informasi HKBP. Pdt. M. Manalu, STh mengalami pergumulan berat dengan fungsi dan pekerjaan tersebut, karena sudah menyangkut harga diri dan pelecehan fungsi sebagai Pendeta. Ia merasakan juga bahwa pekerjaan sebagai juru foto atau cameraman tidak sesuai dengan minatnya dan apalagi dengan tohonannya. 

Ia sudah mengajukan permohonannya kepada Kepala Biro Personalia agar dipindahkan dari tugas tersebut. Pdt. M. Manalu, STh bahkan memperlihatkan fotokopi sertifikat konseling yang diperolehnya dari India, karena HKBP pernah mengutusnya untuk mengikuti kursus konseling di sana. 

Berdasarkan pengalaman kursus itu, ia memohon agar ditempatkan di bagian yang berhubungan dengan pembinaan saja. Karena tidak memperoleh respon yang positif dari Kepala Biro Personalia, Pdt. M. Manalu, STh mengajukan permohonannya kepada Sekretaris Jenderal HKBP, akan tetapi juga tidak direspon secara positif.

Atas pergumulan yang dirasakan itu, Pdt. M. Manalu, STh beserta isteri pergi menemui Ephorus di rumahnya untuk menyampaikan pergumulannya dan sekaligus memohon untuk dipindahkan, ke mana saja asal yang berhubungan dengan pembinaan. 

Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan tidak memberikan jawaban secara langsung. la malah bercerita panjang lebar tentang pengalamannya ketika menjadi Pendeta di HKBP Ressort Sipirok. Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan menceritakan berbagai pergumulannya ketika melayani di sana. –

Ia menceritakan suka-dukanya selama di Sipirok. Antara lain diceritakan bahwa ia dulu sering harus menenteng sepatunya karena tidak bisa dipakai berjalan di daerah yang becek. 

Dalam setiap permohonan pindah, seperti yang diusulkan , Ds. G.H.M. Siahaan sama sekali tidak mau memberi harapan apalagi janji, misalnya dengan mengatakan bahwa ia akan mengusahakan mengabulkan permohonannya. –

Ompu i tidak pula berusaha menagih suatu janji untuk melakukan dan berbuat sesuatu apabila permohonan pindah dikabulkan. Ds. G.H.M. Siahaan tidak memperalat mutasi sebagai cara untuk mengundang simpati terhadap dirinya atau untuk mengikat janji dengan pelayan dipindahkan. 

Ia menempatkan soal pemutasian Pendeta Atau pelayan yang lain secara wajar dan proporsional, tidak karena kedekatan seseorang kepadanya atau karena ada permohonan kepada Ephorus, tetapi karena dasar kebutuhan gereja. Permohonan untuk dimutasikan sah-sah saja dilakukan, tetapi permohonan itu ditempatkan hanya sebagai suatu cara atau kesempatan untuk dapat melihat lebih tepat tentang pengalaman, kepribadian, kemampuan dan talenta seseorang.

Berdasarkan pengalaman tersebut, timbullah kesan bahwa Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan sangat memperhatikan pergumulan seorang Pendeta di dalam pelayanannya. –

Seorang Pendeta mestinya sejahtera di dalam melaksanakan tugas dan panggilannya. Namun demikian bukan berarti, Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan memindahkan seseorang dari tugas pelayanannya · berdasarkan emosi yang timbul karena mendengar pergumulan seseorang, Motto the· right man on the right place· dilakukan dengan sebaik baiknya. –

Bahkan selama kepemimpinan Ds. G.H.M. Siahaan-sebagai, Ephorus; motto itu seolah-olah ditambahkan lagi menjadi the right man on the right place and on the right time. Sebab kadang-kadang dapat kita lihat bahwa seorang pelayan sudah seharusnya pindah ke suatu daerah pelayanan baru, tetapi mungkin karena waktunya tidak tepat, sekalipun ia layak, maka perpindahan itu seperti ditunda untuk beberapa waktu. –

Semua itu dilakukan Ompu i Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan bukan semata-mata karena kebutuhan pelayan atau Pendeta tersebut, tetapi terlebih karena kebutuhan dan kepentingan gereja. Dalam perpindahan seorang Pendeta atau pelayan, Ds. G.H.M. Siahaan kadang-kadang bukan hanya melihat keberadaan Pendeta tersebut, misalnya kelemahan dan kemampuan khusus yang dimilikinya. 

Ephorus Ds. G.H.M. Siahaan juga turut mempertimbangkan keluarga, istri Pendeta dan anak-anaknya, apakah mendukung di dalam pelayanan atau tidak. Hal itu adalah juga kelebihan Ompu i, karena ia tabu banyak tentang kehidupan keluarga, perangai dan perilaku istri seorang Pendeta.

Ketika Sekolah Pendeta di buka Seminarium Sipoholon, dan akan diterima sepuluh orang Guru Huria dan keluarganya belajar untuk menjadi Pendeta, maka agak sulit memilih Pendeta yang tepat untuk menjadi Direktur Sekolah Pendeta HKBP Seminarium Sipoholon. –

Setelah masuk berbagai usul dari Sekretaris Jenderal dan anggota Majelis Pusat, tiba-tiba Ompu i mengusulkan nama baru, yang tidak diperhitungkan sebe1umnya. Ia adalah Pdt. Faber Simatupang, ketika itu Pendeta HKBP Ressort Jalan Jambu Jakarta. Banyak anggota Majelis Pusat, termasuk Sekretaris Jenderal, Ds. P.M. Sihombing, melihat bahwa Pdt. Faber Simatupang tidak begitu tepat. –

Alasannya adalah karena minat Pendeta itu nampaknya tidak ada pada bidang pendidikan. Akan tetapi Ephorus punya ala san lain: uNa huida ringkot do ina na tutu gabe tiruan, na hoi manogunogu pardihuta ni Guru Huria na gabe pardihuta ni Pandita. Dison, rumingkot do idaonta inanta ni Pandita na naeng gabe Direktur Sikola Pandita i. Alani, huida amanta Pdt. Simatupang do na talup tuson. "

- Saya melihat sangat penting seorang istri menjadi teladan, yang dapat membimbing istri Guru Huria menjadi istri Pendeta. Dalam hal ini, yang utama kita perhatikan adalah istri Pendeta yang akan menjadi Direktur Sekolah Pendeta tersebut. Oleh karena itu, saya melihat Pendeta Simatupanglah yang cocok menjadi Direktur Sekolah Pendeta HKBP." Setelah mendengar alasan yang diberikan Ompu i, maka anggota Majelis Pusat tidak ada yang mengkomentari.

Memang pada waktu itu, dalam penerimaan Guru Huria yang akan direkrut mengikuti pendidikan untuk menjadi Pendeta bukan hanya· pertimbangan kwalitas berpikir dan kemajuannya di dalam pelayanan jemaat Guru Huria tersebut, tetapi juga kehidupan berkeluarga, suami isteri dan anak-anaknya. 

Dengan demikian para Guru Huria yang akan diterima melanjutkan studi menjadi Pendeta tentunya sudah termasuk keluarga, hidup suami isteri yang relatif baik. Hal itu tentu harus menjadi pertimbangan terhadap calon Direktur dan kehidupan keluarganya. Pertimbangan-pertimbangan seperti itu sering menjadi alasan mengapa seorang pendeta tidak disetujui pindah ke suatu tempat pelayanan tertentu, sekalipun dilihat dari segi kemampuan Pendeta tersebut sangat memungkinkan. Atau sebaliknya, seorang Pendeta dimutasikan ke daerah pelayanan tertentu, yang sebenarnya adalah karena ada yang positif dari istri Pendeta tersebut untuk mendukung pelayanan suaminya. Dengan demikian semua perpindahan yang dilakukan selalu bermuara kepada kepentingan jemaat Atau Gereja.